Senin, 28 Januari 2019
GO LEBONG – Hampir dua pekan bergulir mencuatnya kasus dugaan pungli di SMPN 5 Lebong belum juga menemukan titik terang. Padahal sebelumnya tim satgas saber pungli sudah turun ke lapangan meninjau dan mengklarifikasi terkait ramainya pemberitaan di berbagai media massa yang kemudian disusul sidak Komisi I DPRD. Kendati pihak sekolah sudah mengakui memang ada pungutan disekolahnya dengan dalih kesepakatan, pihak penegak hukum hingga saat ini belum bisa memastikan itu pungli atau tidak. Data terhimpun tim satgas saber pungli dibentuk sejak 2016 lalu tapi ironisnya ketika dugaan ini mencuat mereka malah beralasan ingin mempelajari lagi.
Lantas, dua tahun berjalan apakah tidak cukup untuk mempelajari dan memahami terkait item-item yang tergolong pungli. Sementara tim satgas saber pungli sudah merilis 58 item yang dilaporkan tergolong pungli di sekolah. Selain itu, Dewan komisi I pun yang juga ikut sidak hingga saat ini belum diketahui tindak lanjutnya seperti apa. Tambah lagi, Dinas Pendidikan yang seharusnya menjadi induk dunia pendidikan yang lebih mengerti tentang regulasi hingga saat ini masih tetap bungkam dan tidak ada tindakan sama sekali seakan mata mereka tertutup. Yang jadi pertanyaan, kepada siapa rakyat ini mengadu?
Kamis (24/1) digelar rapat terbuka komite sekolah yang dihadiri perwakilan dari POLRES, POLSEK, DISDIKBUD, Kepala UPTD, ketua PGRI, serta wali murid. kendati sudah terang-terangan pihak sekolah mengakui ada pungutan di sekolahnya tapi aneh perwakilan dari Polres yang dihadiri oleh kasat Intelkam AKP.Ngatmin, SH masih kebingungan dan belum bisa mengambil kesimpulan apakah itu pungli atau bukan. Walau sebelumnya beliau sempat menyebutkan semua item pungutan yang ada di sekolah tersebut terdapat di dalam 58 item yang dirilis tim satgas saber pungli tapi beliau belum berani memutuskan apakah itu pungli atau bukan dan berjanji akan membicarakannya terlebih dahulu dengan tim satgas saber pungli.
“Kalau kita lihat item pungutan yang diberlakukan di SMPN 5 ini semuanya terdapat di dalam 58 item yang dirilis tim satgas saber pungli, tapi saya belum bisa memutuskan apakah ini pungli atau bukan, kami akan rapatkan dulu dalam waktu dekat kita akan umumkan hasilnya, karena tim satgas saber pungli bukan hanya saya saja dan saya juga bukan ketuanya,”ungkap Ngatmin.
Melihat keadaan tersebut pihak sekolahpun tambah jadi dan malah meminta kepada seluruh wali murid untuk membuat surat pernyataan setuju/tidak keberatan dengan pungutan yang ada di sekolah tersebut, hal tersebut dimaksud untuk pegangan mereka dan sebagai kekuatan di mata hukum bahwa pihak sekolah tidak melakukan pungli.
“Mengingat ini untuk kepentingan anak kita, jadi iuran ini tetap diberlakukan tapi mohon kepada seluruh wali murid untuk membuat surat pernyataan setuju untuk pegangan kami di mata hukum,”ungkap Armen sang kepala sekolah.
“CATATAN PENULIS”
Aneh,Pihak Sekolah Kembalikan uang pungutan kepada siswa
Setalah disepakati antara pihak sekolah dan wali murid pungutan tetap berlanjut dengan syarat orang tua/wali murid membuat pernyataan setuju/tidak keberatan, anehnya pagi Jumat (25/1) pihak sekolah malah mengembalikan uang pungutan kepada siswa yang sudah bayar sebelumnya, berbeda sekali dengan kesepakatan yang diputuskan dalam rapat komite yang digelar Kamis (24/1).
Belum diketahui pasti kenapa pihak sekolah mengembalikan uang tersebut kepada siswanya, dilansir dari Surat Kabar Harian (SKH) Radar Lebong, Kepala Sekolah SMPN 5 Lebong, Armen Bastari. M.Pd ketika dikonfirmasi via telepon membenarkan adanya pengembalian tersebut, beliau beralasan karena permasalahan dugaan pungli masih dalam proses penyelidikan Tim Satgas Saber Pungli Kabupaten Lebong.
“Sesuai dengan hasil rapat Komite Sekolah Kamis (24/1), disepakati jika uang yang sudah dibayarkan ini, dikembalikan lagi kepada wali murid. Karena dari rapat tersebut belum diketahui secara pasti apakah uang yang sudah dibayarkan itu termasuk pungli atau sebaliknya, Karena saat ini tim Saber Pungli masih mengkaji masalah itu, jadi kami kembalikan saja uang yang telah terkumpul lebih kurang Rp 20 juta dari beberapa siswa,” terang Armen, Jum’at (25/1/2019).
Ditambahkannya, jika nantinya hasil kajian dari Tim Saber Pungli menyatakan pungutan tersebut bukan pungli, pihaknya kembali akan memberlakukan pungutan tersebut.
“Pokoknya kita tunggu sajalah apa hasil tim saber pungli. Yang jelas atas nama sekolah juga kami sampaikan permohonan maaf kepada wali murid atas kejadian yang terjadi di sekolah dalam beberapa hari ini,” demikian Armen.
Bupati sudah Pernah keluarkan surat edaran larangan mengambil pungutan di sekolah
Tidak ada alasan sekolah untuk mengambil pungutan di sekolah, sesuai dengan Permendikbud nomor 44 tahun 2012 sudah dijelaskan dengan tegas tentang larangan mengambil pungutan di sekolah dalam bentuk apapun kecuali sumbangan yang sifatnya tidak memaksa dan tidak ditentukan nominalnya.
Kemudian diikuti dengan Perpres no 87 tahun 2016 tentang pembentukan Satgas Saber Pungli, salah satu bagian dari kebijakan pemerintah dalam melaksanakan reformasi di bidang hukum, untuk menciptakan pemerintah yang bersih, jujur, dan adil dari kegiatan pungutan liar guna meningkatkan kemajuan bangsa dan negara di bidang hukum.
Mempedomani perpres no 87 tahun 2016 tersebut Bupati Lebong H.Rosjonsyah, S.IP.,M.Si. mengeluarkan surat edaran tertanggal 27 Desember 2016 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Diknaspora Lebong (Disdikbud sekarang), yang isinya berupa larangan mengambil pungutan di sekolah dengan alasan apapun dan dilampirkan 58 item jenis pungutan yang dilaporkan satgas saber pungli. Surat itupun tembusannya disampaikan ke Ketua DPRD Lebong, Kajari, Kapolres, Kepala Inspektorat, Ketua tim satgas saber pungli, dan Kepala UPTD Diknas Kecamatan untuk disosialisasikan ke sekolah-sekolah. Untuk itu sangat lucu sekali kalau masih ada yang ragu-ragu memutuskan pungutan yang terjadi di sekolah itu pungli atau bukan.
BOS untuk mengantisipasi pungutan di sekolah
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mencerdaskan bangsa, salah satunya dengan melaksanakan program wajib belajar 12 tahun. Guna mendukung program tersebut pemerintah kucurkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk seluruh sekolah yang sudah terdata dalam sistem Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah (Dapodikdasmen). Hal tersebut dimaksud untuk membebaskan pungutan meringankan beban siswa agar program wajib belajar 12 tahun bisa berjalan.
Dana Bos yang diterima sekolah dihitung berdasarkan jumlah peserta didik dengan besar satuan biaya untuk tingkat SD: Rp 800.000,-/siswa/tahun, Tingkat SMP: Rp 1.000.000,-/siswa/tahun dan tingkat SMA/SMK: Rp 1.400.000,-/siswa/tahun. Data terhimpun SMPN 5 Lebong memiliki peserta didik sebanyak 496 siswa, berarti setiap tahunnya sekolah tersebut menerima Rp496.000.000,-(Empat ratus sembilan puluh enam juta rupiah).
Tidak hanya itu, pemerintah juga meluncurkan Program Indonesia Pintar (PIP) melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah pemberian bantuan tunai pendidikan kepada anak usia sekolah (usia 6 – 21 tahun) yang berasal dari keluarga miskin, rentan miskin yakni pemilik Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), peserta Program Keluarga Harapan (PKH), yatim piatu, penyandang disabilitas, korban bencana alam/musibah. PIP merupakan bagian dari penyempurnaan program Bantuan Siswa Miskin (BSM).
Lantas masih pantaskah sekolah menarik pungutan dari siswa?
Dari hasil wawancara beberapa siswa SMPN 5 Lebong, ternyata bukan hanya tahun ini diberlakukan pungutan terhadap siswa, tahun-tahun sebelumnya juga demikian dengan alasan untuk pembangunan Mushola dengan nilai Rp100.000,- per siswa.
Berikut daftar pungutan di SMPN 5 Lebong untuk kelas 9 T.A 2018/2019 :
-Uang administrasi les Rp160.000,-
-Uang Pas photo untuk ijazah Rp28.000,-
-Uang Sampul Ijaazah + Photo Copy + Penulisan Ijazah Rp70.000,-
-Uang Photo Kelas + Bingkai Rp50.000,-
-Uang Kenang-kenangan untuk bikin bangku kantin Rp92.000,-
TOTAL Rp400.000,- (empat ratus ribu rupiah)
Data terhimpun setiap hari Jumat para siswa juga diminta uang infak yang katanya untuk menyelesaikan bangunan Mushola. Tambah lagi, pihak sekolah juga masih menjual buku LKS kepada siswa kendatipun hal tersebut sudah dilarang, namun untuk mengakalinya pihak sekolah menitipkan buku tersebut di Koperasi sekolah, murid memang tidak diwajibkan untuk membeli tapi mereka selalu diberi tugas soal yang ada di LKS yang jumlahnya tidak sedikit yakni 30 hingga 50 soal tugas, sementara bagi yang tidak membeli LKS disuruh mencatat soal tugas tersebut dengan tulisan tangan, apakah itu tidak memaksa namanya?