/
/
headlineLebong

Kendati Dinyatakan Lulus oleh BKN, 32 Peserta PPPK Lebong Tak Dilantik Bupati

1086
×

Kendati Dinyatakan Lulus oleh BKN, 32 Peserta PPPK Lebong Tak Dilantik Bupati

Sebarkan artikel ini

LEBONG – Pelantikan 583 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap I formasi 2024 di Kabupaten Lebong, Jumat (7/11/2025), berlangsung meriah. Namun, di balik seremoni itu ternyata menyisakan polemik tajam di baliknya. Dari 615 peserta yang dinyatakan lulus oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN), ternyata 32 orang batal dilantik oleh Pemerintah Kabupaten Lebong. Alasannya, 32 orang itu diklaim tidak memenuhi sejumlah syarat administratif dan diduga terlibat dalam aktivitas politik praktis.

Bupati Lebong, H. Azhari, S.H., M.H, ketika dibincangi gobengkulu.com seusai acara pelantikan menyampaikan, sebenarnya yang dinyatakan lulus oleh BKN ada sebanyak 615 orang. Dari jumlah tersebut, 1 di antaranya tidak melengkapi berkas sehingga gugur dengan sendirinya, sementara 32 orang lainnya terdeteksi oleh tim verifikasi tidak memenuhi syarat administratif dan terindikasi terlibat dalam politik praktis.

“Dari 615 yang lulus BKN, 32 orang tidak kita lantik. Berdasarkan hasil verifikasi, ada yang masa kerjanya belum genap dua tahun dan ada yang terang-terangan ikut kegiatan politik,” ungkap Bupati.

Namun, pernyataan Bupati berikutnya justru menjadi sorotan publik. Ia menyebut, pemerintah daerah bersedia mempertimbangkan pelantikan bagi 32 peserta itu jika mereka meminta maaf kepada masyarakat dan pemerintah daerah.

“Kalau mereka berubah dan minta maaf, tentu akan kami pertimbangkan untuk diangkat dan diambil sumpahnya,” kata Azhari.

Pernyataan tersebut langsung menimbulkan perdebatan luas. Pasalnya, permintaan maaf bukanlah unsur yang diatur dalam mekanisme administrasi kepegawaian. Beberapa kalangan menilai, syarat “minta maaf” menciptakan ruang subjektivitas dan membuka tafsir bahwa pelantikan ASN dapat dipengaruhi faktor di luar regulasi resmi.

Aktivis senior Kabupaten Lebong, Abdul Kadir, menilai langkah Pemkab Lebong tersebut berpotensi mencederai prinsip profesionalitas ASN. Menurutnya, jika ada pelanggaran administratif, sanksinya harus jelas berdasarkan aturan.

“Tapi kalau syaratnya ‘minta maaf’, itu sudah masuk wilayah moral dan politik, bukan birokrasi,” ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut bisa menimbulkan kesan ASN diangkat bukan karena kompetensi, tapi karena kedekatan atau kerelaan tunduk pada kekuasaan.

“Pemkab Lebong semestinya mempublikasikan hasil verifikasi secara transparan agar publik mengetahui pelanggaran apa yang benar-benar terjadi,” tegasnya.

Lanjut dia, ASN seharusnya menjadi alat pelayanan publik, bukan korban tarik-menarik kepentingan politik. Penggunaan istilah “minta maaf” justru memperlihatkan adanya emosi politik dalam pengambilan keputusan administratif.

“Kalau memang ada yang bersalah, proses sesuai hukum dan aturan BKN. Tapi jangan sampai ASN dijadikan contoh politik balas budi atau balas dendam. Ini soal keadilan dan wibawa pemerintah,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan rinci dari Pemkab Lebong mengenai 32 nama peserta yang tidak dilantik dan bentuk konkret pelanggaran yang dilakukan.

Sementara itu, sebagian masyarakat menilai, langkah Bupati Azhari bisa dimaknai sebagai peringatan politik bagi aparatur agar tidak berpihak dalam kontestasi kekuasaan.

Namun bagi banyak pihak, pernyataan “minta maaf” itu meninggalkan kesan bahwa nasib ASN di Lebong kini tak hanya ditentukan oleh aturan, tetapi juga oleh perasaan penguasa. (PLS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *