/
/
bengkulu-selatanbengkulu-tengahbengkulu-utaraDaerahheadlinekaurkepahiangkota bengkuluLebongmuko-mukoOpini/Tajukrejang-lebongseluma

Ketika Netralitas ASN Hanya Sekadar Slogan

2519
×

Ketika Netralitas ASN Hanya Sekadar Slogan

Sebarkan artikel ini

GO BENGKULU – Di atas kertas, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah harga mati. ASN dilarang terlibat dalam politik praktis, demi menjamin pelayanan publik yang adil, objektif, dan bebas dari kepentingan kekuasaan sesaat. Namun dalam praktiknya, asas netralitas ini sering kali hanya menjadi slogan kosong yang dikalahkan oleh realitas politik yang jauh lebih keras dan licik.

Sudah menjadi rahasia umum bahkan semacam “hukum alam tak tertulis” bahwa dalam kontestasi politik, terutama Pilkada, ASN kerap dijadikan alat kekuasaan. Ada yang secara sukarela menunjukkan keberpihakan demi mengamankan posisi, ada pula yang dipaksa tunduk oleh tekanan struktural. Dan ketika pesta demokrasi usai, nasib mereka ditentukan oleh satu hal, apakah calon yang mereka dukung menang atau kalah.

Bagi ASN yang “berjudi” di kancah politik praktis dan mendukung calon pemenang, biasanya selamat bahkan sering mendapat promosi. Tapi bagi mereka yang kalah, jabatan bisa dilucuti, dimutasi ke wilayah terpencil, atau dibekukan secara halus. Mereka menjadi korban dari sistem yang hipokrit, di satu sisi dituntut netral, di sisi lain dipaksa memilih berpihak demi bertahan hidup.

Ironisnya, proses “pembalasan” pasca Pilkada ini sering dibungkus dengan narasi penegakan disiplin atau penyegaran birokrasi. Padahal publik tahu, ini hanyalah cara elegan untuk menyingkirkan loyalis lawan. Hukum ASN yang semestinya menjamin integritas birokrasi malah menjadi alat legitimasi untuk menyingkirkan mereka yang tak sejalan.

Kita sedang menghadapi dilema struktural. Di satu sisi ASN dituntut netral, tapi di sisi lain sistem politik memaksa mereka bermain di medan yang sama kotornya. Selama kepala daerah masih punya kuasa penuh atas mutasi dan promosi ASN, selama hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka netralitas ASN hanya akan terus menjadi mitos. Dan mereka yang kalah dalam politik akan tetap menjadi korban dalam senyap.

Sudah saatnya publik dan institusi pengawas meninjau ulang relasi antara birokrasi dan kekuasaan. Netralitas ASN tak bisa ditegakkan hanya dengan larangan, tapi harus dijamin lewat perlindungan struktural. Jika tidak, maka selama demokrasi masih berisi adu kuasa, ASN akan terus menjadi bidak politik yang dikorbankan tanpa suara, tanpa perlindungan.

Curup, 10 Juli 2025

Penulis: YOFING DT, jurnalis gobengkulu.com

 

Baca juga:

Akibat Main Politik Saat Pilkada, Lima Pejabat Lebong Dicopot

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *