LEBONG – Aksi protes beruntun yang digelar sekelompok massa yang tergabung dalam organisasi masyarakat Pamal (Persatuan Masyarakat Lebong) kembali mendapat respons dari Bupati Lebong, Azhari. Dalam pernyataannya, bupati menyindir para demonstran agar tidak bersikap “melebihi aparat penegak hukum”.
Menurut Azhari, berbagai masalah yang dipersoalkan publik, mulai dari tunggakan pembayaran hingga Tuntutan Ganti Rugi (TGR), tidak bisa diselesaikan secara instan. Ia menegaskan, penyelesaiannya harus sesuai mekanisme hukum dan prosedur pengawasan.
“Masalah tunda bayar kita sudah minta BPKP untuk mengaudit, nanti ditindaklanjuti sesuai aturan. Sementara masalah TGR, kami sudah bekerja sama dengan seksi Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) Kejari. Jadi semua ada perannya masing-masing,” ujar Azhari, Rabu (24/9/2025).
Bupati juga mempertanyakan kapasitas para pendemo yang menuntut akses penuh terhadap dokumen dan data pemerintah. Menurutnya, tidak semua data dapat dipublikasikan karena terdapat aturan yang mengatur serta sumpah jabatan yang mengikat seorang kepala daerah. Diakui Azhari, keluhan serupa juga disampaikan sejumlah kepala desa. Mereka (Kepala Desa, red) mengaku diminta menyerahkan data dana desa dalam rentang tahun tertentu oleh pihak yang sama.
“Kalau memang minta data, harus jelas dasar dan tujuannya. Itu yang kami pertanyakan,” cetusnya.
Azhari juga menambahkan, banyak persoalan yang kini dipersoalkan publik sebenarnya merupakan warisan dari pejabat sebelumnya.
“Persoalan ini terjadi sebelum saya menjabat, tapi sekarang justru dituntut kepada saya,” katanya.
Meski demikian, ia menegaskan tetap mengedepankan mekanisme hukum dan aturan yang berlaku. Tidak semua persoalan bisa dijawab dengan membuka data secara bebas.
“Berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, ada data yang boleh dibuka, ada yang tidak, terlebih data yang menyangkut pribadi orang. Jadi tidak bisa serta-merta semua yang diminta harus diberikan,” tegas Azhari.
Jika merasa tidak puas, tambahnya, masyarakat dipersilakan menempuh jalur resmi melalui Komisi Informasi Publik (KIP).
“Mekanisme sudah ada. Harus jelas juga kapasitas mereka apa, dan untuk kepentingan apa data itu diminta,” kata Azhari.
Kritik terhadap Bupati Lebong mencuat dalam beberapa pekan terakhir. Massa Pamal hampir setiap hari mendatangi kantor Pemkab Lebong. Mereka menuntut transparansi pajak penerangan lampu jalan dan kebijakan OPD yang pro-rakyat. Aksi massa juga menagih janji politik Azhari yang pada masa kampanye berkomitmen menuntaskan kasus TGR dan menertibkan aset daerah.
Namun kenyataannya, progres penanganan TGR yang telah melewati batas 60 hari pasca-laporan BPK justru dianggap jalan di tempat. Demonstran menilai bupati abai terhadap komitmen menindak pihak-pihak yang lalai mengembalikan kerugian daerah.
“Dulu katanya jika TGR tidak selesai dalam 60 hari akan dilimpahkan ke aparat penegak hukum. Mana buktinya? Jangan cuma omong kosong,” teriak salah seorang pendemo.
Selain TGR, massa juga menyoroti semrawutnya pengelolaan aset daerah, mulai dari kendaraan dinas hingga gedung dan tanah milik pemerintah yang belum jelas statusnya. Ironisnya, mereka menuding ada penyalahgunaan aset, bahkan sampai digunakan oleh pihak yang tidak berwenang.
“Kok tukang masak rumah dinas bisa pakai mobil dinas, Lebong ini bukan kerajaan. Atau bupati sengaja membiarkan permasalahan ini untuk dijadikan sandera politik?” sindir aksi massa.
Ketegangan memuncak saat bupati tak kunjung menemui massa yang berunjuk rasa. Frustrasi itu berujung pada aksi simbolik, kantor Pemda Lebong dilempari tomat busuk, sementara Azhari “dihadiahi” replika keranda mayat sebagai simbol matinya birokrasi di Kabupaten Lebong. (PLS)