/
/
bengkulu-utaraheadlinehukum-peristiwa

Lagi-lagi Perkara SPPD Fiktif, Dua Pejabat di Bengkulu Utara Ditetapkan Tersangka

2385
×

Lagi-lagi Perkara SPPD Fiktif, Dua Pejabat di Bengkulu Utara Ditetapkan Tersangka

Sebarkan artikel ini

BENGKULU UTARA – Setelah hampir dua setengah bulan pasca penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara di Gedung Sekretariat DPRD pada 14 Februari 2025, penyelidikan akhirnya membuahkan hasil. Dua pejabat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang menyeret institusi legislatif daerah ke dalam pusaran skandal keuangan, Rabu (30/4/2025).

Dua tersangka tersebut adalah EF, mantan Sekretaris DPRD yang kini menjabat sebagai Kepala Pelaksana BPBD Bengkulu Utara, serta AF, mantan Bendahara Pengeluaran yang kini masih aktif sebagai ASN di Sekretariat DPRD. Keduanya diduga menjadi aktor kunci dalam praktik fiktif yang merugikan keuangan negara miliaran rupiah.

Menurut hasil gelar perkara, penyidik telah mengantongi setidaknya dua alat bukti yang menguatkan dugaan keterlibatan keduanya. Skandal ini berakar dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mengungkap adanya kelebihan pembayaran perjalanan dinas anggota dewan senilai Rp1,4 miliar dan belanja perjalanan dinas Sekretariat DPRD mencapai Rp4,2 miliar. Total dugaan kerugian negara yang tercatat: Rp5,6 miliar.

“Dari hasil pemeriksaan BPK ditemukan perjalanan dinas fiktif sebesar Rp5,6 miliar,” tegas Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara, Ristu Darmawan.

Dari hasil pendalaman penyidikan, terungkap bahwa terdapat praktik SPPD ganda dan fiktif yang tersebar di 11 kegiatan dari total anggaran mencapai Rp19 miliar. Sebanyak 79 saksi telah diperiksa, dan 49 di antaranya telah mengembalikan dana yang disinyalir berasal dari perjalanan dinas fiktif dengan total pengembalian mencapai Rp795 juta. Angka ini justru memperkuat dugaan bahwa penyimpangan dilakukan secara kolektif dan terstruktur.

EF dan AF saat ini resmi ditahan selama 20 hari ke depan. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman penjara minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun penjara.

Namun, publik patut bertanya apakah hanya dua nama ini yang bertanggung jawab atas kebocoran anggaran sebesar itu? Dengan dana Rp19 miliar yang terindikasi disalahgunakan, akankah Kejaksaan menggali lebih dalam untuk membongkar kemungkinan keterlibatan pejabat atau anggota dewan lainnya? (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *