LEBONG – Mobil dinas milik Pemerintah Kabupaten Lebong kembali menjadi sorotan. Kendaraan dinas berpelat merah dengan nomor polisi BD 1417 HY yang biasa digunakan oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat Pol PP) Kabupaten Lebong, kini tampak menggunakan pelat hitam BD 1416 CI. Mobil tersebut terlihat terparkir di halaman Kantor Satpol PP Lebong, namun sudah tidak lagi menunjukkan identitas sebagai kendaraan negara.
Pergantian pelat ini menuai kecurigaan, karena mengindikasikan potensi pelanggaran administrasi dan penyalahgunaan aset negara. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah pergantian pelat tersebut telah melalui prosedur hukum yang benar atau hanya akal-akalan untuk menghindari aturan.
Saat dikonfirmasi, Bupati Lebong H. Azhari, S.H., M.H., mengaku tidak tahu persis kebenaran terkait pergantian pelat merah menjadi hitam tersebut yang dilakukan oleh pejabatnya itu. Dia menuturkan, secara aturan, kendaraan dinas memang dapat diganti pelatnya menjadi hitam, namun harus dengan syarat tertentu.
“Boleh, asal mereka lapor ke Polres atau Polda, apakah bisa pelat hitam itu diganti, karena itu berpengaruh ke pajaknya,” ujar Azhari, Selasa (15/4/2025).
Ia menambahkan, proses penggantian pelat kendaraan dinas tidak semudah mengganti pelat biasa karena harus mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang dan biasanya memakan waktu yang cukup lama, bahkan bisa mencapai satu tahun. Lebih lanjut, Azhari menyerahkan persoalan ini untuk ditelusuri, apakah pejabat terkait telah benar-benar mengurus pergantian pelat tersebut melalui jalur resmi. Ia juga mempersilakan wartawan untuk mengonfirmasi langsung kepada pihak terkait.
“Sekarang tinggal kita telusuri apakah mereka benar-benar sudah mengurus untuk pergantian plat merah menjadi hitam atau tidak, saya mempersilahkan wartawan mempertanyakan langsung,” singkatnya
Sementara itu, Kasat Lantas Polres Lebong, Iptu Arief Abdullah, saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp menjelaskan, penggunaan pelat hitam untuk kendaraan dinas hanya dapat dilakukan jika kendaraan tersebut dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) rahasia. “Yang diberi izin harus ada STNK rahasianya, selebihnya tidak diberi izin,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada konfirmasi dari pihak kepolisian termasuk dari pejabat yang menggunakan mobil tersebut, dan saat ini masih diupayakan.
Di sisi lain, dugaan mencuat bahwa pergantian pelat nomor ini dilakukan agar kendaraan dinas dapat membeli bahan bakar bersubsidi di SPBU tanpa dikenali sebagai kendaraan pemerintah. Jika benar, hal ini tidak hanya melanggar etika penggunaan fasilitas negara, tetapi juga berpotensi sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.
Secara regulasi, tindakan ini dapat melanggar sejumlah aturan. Di antaranya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang mewajibkan kendaraan dinas digunakan sesuai peruntukan dan identitasnya. Selain itu, Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor menegaskan bahwa setiap perubahan identitas kendaraan harus disertai dokumen resmi dan persetujuan dari kepolisian. Jika pelat kendaraan diganti tanpa dasar hukum, hal ini dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, yang ancamannya maksimal enam tahun penjara.
Fenomena seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan aset negara, dan semestinya menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah agar tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari. (PLS)