LEBONG – Masyarakat Kabupaten Lebong tampaknya harus gigit jari tahun ini. Harapan untuk mendapatkan perbaikan jalan dan jembatan semakin tipis setelah pemerintah daerah mengakui tidak memiliki anggaran pemeliharaan infrastruktur. Fakta ini diungkap oleh Plt Kepala Dinas PUPR-Hub Lebong, Fakhrurrozi, melalui Kepala Bidang Bina Marga, Bustari, yang secara gamblang menyatakan bahwa anggaran preservasi di APBD murni 2025 nihil alias nol rupiah.
“Anggaran pemeliharaan jalan dan jembatan yang biasanya dikelola di bidang kami tidak ada alias nol. Jadi bagaimana kami mau bergerak? Tidak mungkin kita memerintahkan orang begitu saja,” ujar Bustari, seolah pasrah dengan keadaan.
Dampaknya sudah terasa nyata. Salah satu akses vital, yakni jalan alternatif yang menghubungkan Kecamatan Lebong Sakti menuju Kecamatan Uram Jaya, kini putus total dan tak bisa dilalui masyarakat. Sayangnya, alih-alih menawarkan solusi konkret, dia justru hanya bisa berharap pada APBD Perubahan yang belum tentu ada.
“Harapan kita nanti ada di APBD Perubahan, jika tidak ada juga tentu kami tidak bisa berbuat apa-apa,” tambahnya, seakan menegaskan bahwa perbaikan infrastruktur hanya bergantung pada ‘keberuntungan’ anggaran tambahan.
Sementara menunggu ketidakpastian itu, satu-satunya langkah yang dilakukan pihaknya hanyalah mendata titik-titik kerusakan.
“Untuk sekarang kami hanya melakukan pendataan, nanti jika anggarannya sudah ada baru kita kerjakan,” tandasnya.
Lebih dari itu, jika anggaran pemeliharaan jalan dan jembatan nol, tentu anggaran untuk tebas bayang juga tidak ada. Ke depan, sudah bisa dipastikan bahu jalan yang menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten Lebong akan menyemak karena ketiadaan anggaran. Semak belukar yang dibiarkan tumbuh liar bukan hanya mengganggu estetika, tetapi juga membahayakan pengguna jalan, terutama di daerah dengan jalur sempit dan tikungan tajam.
Lantas, bagaimana dengan nasib masyarakat yang setiap hari harus melewati jalan rusak? Apakah pemerintah daerah benar-benar tidak punya solusi lain selain sekadar ‘menunggu’? Jika anggaran preservasi bisa hilang begitu saja di APBD murni, siapa yang harus bertanggung jawab atas kelumpuhan infrastruktur ini?
Masyarakat tentu berhak mendapatkan jawaban lebih dari sekadar janji yang tak pasti. (PLS)