REJANG LEBONG – Lima bulan setelah menjadi korban penganiayaan, RZ masih terbaring lemah dengan kondisi kesehatan yang memerlukan biaya pengobatan besar. Sayangnya, proses hukum terhadap para pelaku masih berlarut-larut, membuat nasibnya semakin tidak menentu. Karena itu, RZ akhirnya mengajukan permohonan bantuan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Peristiwa penganiayaan terhadap RZ ini terjadi pada 21 September 2024 lalu. Ia diserang oleh sekelompok pemuda, di mana empat orang telah ditetapkan sebagai pelaku oleh Polres Rejang Lebong. Namun, karena seluruh pelaku masih di bawah umur, proses hukum mereka tidak bisa dilakukan seperti kasus pidana umum lainnya. Hal ini membuat keluarga korban merasa keadilan bagi RZ berjalan lambat, sementara korban terus berjuang untuk pemulihan fisiknya.
Kapolres Rejang Lebong, AKBP Eko Budiman, S.I.K., M.I.K., M.Si, dalam konferensi pers pada Kamis (6/3/2025), mengungkapkan bahwa dari empat pelaku, dua di antaranya telah mencapai kesepakatan damai dengan korban, sehingga, proses hukum terhadap mereka dihentikan. Tapi baru berdamai secara adat yang difasilitasi oleh BMA (Badan Musyawarah Adat). Nanti akan diurus administrasinya dan akan diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Namun, dua pelaku lainnya belum menunjukkan itikad baik untuk berdamai, sehingga kasus mereka tetap berlanjut dan sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk diteliti lebih lanjut.
“Dua pelaku telah sepakat berdamai, tetapi dua lainnya masih dalam proses hukum karena belum ada titik temu,” ujar Kapolres.
Kapolres juga membenarkan bahwa korban punya keinginan untuk mendapat pertolongan dari LPSK. Menindaklanjuti hal tersebut, pihaknya bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong telah berkoordinasi untuk membantu memfasilitasi pengajuan permohonan tersebut.
“Kami membantu mengajukan surat ke LPSK agar korban bisa mendapatkan bantuan, baik untuk pengobatan pasca kejadian, pengobatan lanjutan, maupun restitusi,” jelasnya.
Senada dengan Kapolres, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Rejang Lebong menyatakan bahwa pihaknya telah mengirim surat permohonan ke LPSK pada 27 Februari 2025. Nanti, tim asesor dari LPSK akan turun untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
“LPSK memang punya anggaran dan kewenangan untuk membantu korban yang mengalami penganiayaan berat, baik biaya pengobatan pasca kejadian atau pun pengobatan lanjutan untuk pemulihan,” sampai Kajari.
Namun kewenangan penuh ada di tangan LPSK. Setelah timnya turun, mereka akan menggelar sidang mahkamah pimpinan untuk menentukan apakah permohonan korban layak diterima atau tidak, biasanya butuh waktu sekitar 1 bula pasca permohonan disampaikan.
“Disetujui atau tidaknya sepenuhnya ada di tangan LPSK, kita berdoa saja,” ungkap Kajari.
Dalam konferensi pers tersebut, Bupati Rejang Lebong, M. Fikri, turut hadir untuk memastikan penanganan kasus berjalan sesuai prosedur. Ia mengapresiasi kerja tim penyidik dan JPU, namun, karena dalam perkara tersebut melibatkan anak-anak, sehingga proses hukum lebih kompleks dan terkesan lamban.
“Kami berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan baik, baik untuk korban maupun para pelaku yang masih anak-anak. Saya juga mengapresiasi langkah koordinasi dengan LPSK, sehingga korban memiliki harapan untuk mendapatkan bantuan dari negara,” katanya. (YF)
Baca juga: