/
/
headlinehukum-peristiwaLebong

Tragedi Penganiayaan Anak Bawah Umur di Rejang Lebong Disorot Polda

2219
×

Tragedi Penganiayaan Anak Bawah Umur di Rejang Lebong Disorot Polda

Sebarkan artikel ini

CURUP – Rejang Lebong kembali menjadi sorotan publik setelah perkara yang melibatkan anak di bawah umur (ABH) masih terus bergulir tanpa kejelasan. Peristiwa tragis yang terjadi hampir 5 bulan lalu kini mendapat perhatian serius dari Kapolda Bengkulu. Pada Rabu (12/2/2025) pagi, Kabid Humas Polda Bengkulu, Kombes Andy Pramudya Wardana, S.I.K., MM, turun langsung ke Polres Rejang Lebong untuk memantau perkembangan kasus yang masih belum menemukan titik terang.

Dalam konferensi pers yang digelar, Kapolres Rejang Lebong, AKBP Eko Budiman, S.I.K., M.I.K., M.Si., mengakui proses hukum berjalan lamban. Hal ini disebabkan oleh upaya diversi yang belum mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Ia menegaskan bahwa kasus ini melibatkan anak di bawah umur, baik korban maupun pelaku, sehingga pihaknya berhati-hati dalam mengambil langkah hukum.

“Kami tidak diam. Semua proses telah dijalankan sesuai prosedur. Laporan Polisi diterima pada 21 September 2024, Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) diterbitkan pada 23 September, dan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dikirim pada 26 September,” ungkapnya.

Dalam perjalanannya, gelar perkara dilakukan pada 28 Oktober 2024 dengan menetapkan empat orang sebagai pelaku. Namun, karena mereka juga masih di bawah umur, penyelesaian melalui diversi diutamakan. Upaya ini telah berlangsung sejak 22 November hingga 4 Desember, tetapi menemui jalan buntu lantaran keluarga pelaku tidak sanggup menanggung seluruh biaya pengobatan korban. Kegagalan diversi memaksa pihak kepolisian mengirimkan berkas perkara ke Kejaksaan pada 5 Desember, namun berkas tersebut dikembalikan pada 16 Desember karena masih ada kekurangan.

“Pada 4 Februari, kami kembali menyerahkan berkas ke jaksa dan terus berkoordinasi hingga 10 Februari,” tambahnya.

Namun, di balik proses hukum yang berlarut-larut, penderitaan korban semakin mendalam. Lima bulan berlalu, keadilan masih terasa jauh dari harapan. Korban yang malang kini hanya bisa terbaring lemah, mengalami kelumpuhan, dan harus merelakan masa sekolahnya yang hancur akibat aksi brutal para pelaku. Yang lebih memilukan, orang tuanya terpaksa menggadaikan rumah demi biaya pengobatan.

“Saya hanya ingin anak saya sembuh. Jangankan rumah, nyawa saya pun rela saya korbankan. Tapi tolong, tegakkan keadilan!” seru sang ayah, RV, dengan mata berkaca-kaca.

Ia mengaku kecewa dengan tekanan dari berbagai pihak yang seakan memaksanya untuk berdamai, sementara hak dan masa depan anaknya diabaikan. Banyak yang menyoroti hak para pelaku karena masih di bawah umur, tetapi seolah melupakan bahwa korban juga anak di bawah umur yang kini hidup dalam penderitaan tanpa kepastian.

“Kami tidak menutup pintu damai, tapi siapa yang bertanggung jawab atas kesembuhan dan masa depan anak saya?” lirihnya.

Penasihat hukum korban, Anatasia Pase, S.H., juga menilai proses hukum yang berjalan terlalu lamban. Ia menegaskan,  pihaknya tidak menolak jalan damai, tetapi keadilan bagi korban harus diutamakan.

“Kami terbuka untuk berdamai, tapi hak korban harus diperhatikan. Pengobatannya masih butuh biaya besar, dan jika tidak sembuh, maka masa depannya terancam selamanya,” ujarnya tegas.

Ia juga meminta ketegasan dari aparat penegak hukum (APH) agar tidak berlarut-larut dalam menangani kasus ini, sejauh ini dia tidak melihat kemajuan yang signifikan. Menurutnya, ada ketimpangan dalam penerapan hukum.

“Baru-baru ini, seorang anak berusia 17 tahun mencuri tabung gas dan langsung diproses hukum dengan pasal pencurian dengan pemberatan (Curat), tanpa ada diversi. Mengapa dalam kasus ini, yang menyangkut kekerasan terhadap anak hingga menyebabkan kelumpuhan, diversi begitu diutamakan?” cetusnya.

Pada kesempatan itu, tampak Kabid Humas Polda Bengkulu tak banyak komentar, beliau hanya membuka konferensi pers lalu perkembangan perkara dijelaskan oleh Kapolres Rejang Lebong. (YF)

Baca juga:

Tangis Seorang Ayah: “Keadilan Seperti Jauh dari Kami”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *