/
/
headlinehukum-peristiwarejang-lebong

Tangis Seorang Ayah: “Keadilan Seperti Jauh dari Kami”

3581
×

Tangis Seorang Ayah: “Keadilan Seperti Jauh dari Kami”

Sebarkan artikel ini
Kondisi RA hanya bisa terbaring lemas di kamar (Foto Rabu (5/2/2025) malam)

REJANG LEBONG – Langit yang semula cerah bagi keluarga Pak RV (37) seketika berubah kelam. Tawa dan kebahagiaan di rumah kecilnya di Desa Duku Ulu, Kecamatan Curup Timur, mendadak digantikan oleh isak tangis dan kepedihan. Anak kebanggaannya, RA (16), yang dulu ceria dan penuh impian, kini hanya bisa terbaring lemah, tubuhnya tak berdaya, jiwanya terguncang hebat.

RA, siswa kelas 2 SMK, menjadi korban kebrutalan sekelompok pemuda tak bertanggung jawab. RA kini lumpuh, syaraf kakinya tak lagi berfungsi. Untuk berdiri dia harus dipapah, bahkan untuk buang air kecil pun harus dibantu alat. Bukan hanya luka fisik yang ia derita, tetapi juga impian dan masa depan yang telah ia rajut dengan harapan kini seakan hancur berkeping-keping. Sekolah yang dulu menjadi tempatnya mengejar cita-cita, kini hanya tinggal kenangan.

Pak RV, yang sehari-hari bekerja sebagai tukang servis panggilan tak kuasa menahan air matanya saat melihat kondisi sang anak. Dengan suara bergetar, ia berkata, “Setiap hari saya hanya bisa melihatnya terbaring. Dulu dia anak yang aktif, punya banyak cita-cita. Sekarang, untuk sekadar bangun dari tempat tidur saja sulit.”

Kisah tragis ini bermula pada Sabtu sore, 21 September 2024 lalu. RA bersama teman-temannya pergi ke sebuah tempat wisata sawah di Desa Rimbo Recap, Kecamatan Curup Selatan. Niatnya ingin melepas penat di akhir pekan. Namun, momen yang seharusnya penuh kegembiraan justru berubah menjadi mimpi buruk. Tanpa alasan yang jelas, sekelompok pemuda tiba-tiba datang dan menyerang mereka dengan brutal. Teman-temannya berhasil melarikan diri, tetapi nahas RA tertinggal di tengah amukan massa.

“Mereka memukuli anak saya tanpa belas kasihan. Ditendang, diinjak, dipukul bertubi-tubi. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana dia menahan sakit saat itu,” ujar Pak RV dengan mata berkaca-kaca.

Beruntung, warga sekitar segera menghentikan aksi biadab tersebut. Dengan sisa tenaga, RA melarikan diri menggunakan sepeda motor para pelaku yang tertinggal. Namun, penderitaannya belum berakhir. Di Simpang Rimbo Recap, Kelurahan Air Putih, para pelaku kembali mengejarnya. Kali ini, bukan hanya tangan kosong yang mereka gunakan.

“Anak saya disabet senjata tajam di bagian punggungnya. Setelah jatuh, dia diinjak-injak lagi. Bahkan HP-nya dirampas. Saya tidak bisa membayangkan ketakutannya saat itu,” lanjutnya.

Lima bulan berlalu sejak kejadian nahas itu, tetapi keadilan masih belum berpihak pada keluarga kecil ini. Para terduga pelaku belum juga diadili, bahkan untuk dimintai pertanggungjawaban pun masih melalui proses panjang.

“Saya sudah mencoba ikhlas, menganggap ini musibah. Tapi, sampai kapan kami harus menunggu keadilan? Sampai anak saya semakin parah? Sampai semuanya terlambat?” ucap Pak RV dengan suara penuh kepedihan.

Untuk mengembalikan keceriaan anaknya, ia telah mengorbankan semuanya untuk pengobatan, bahkan hingga ke luar kota. Namun, kondisinya tak kunjung membaik. RA yang dulu penuh semangat, kini hanya bisa menatap kosong ke langit-langit rumahnya. Setiap malam, di rumah kecil itu, hanya ada isak tangis seorang ayah yang terus berdoa, berharap keadilan akhirnya datang sebelum semuanya benar-benar terlambat.

Kasus ini bukan hanya sekadar tragedi bagi keluarga Pak RV, tetapi juga tamparan keras bagi pemerintah dan wakil rakyat yang seharusnya hadir untuk membela hak-hak warganya. Kejahatan ini terjadi di bawah hidung kita semua, tetapi hingga kini keadilan masih jalan di tempat.

Di mana Dinas Sosial? Anak yang menjadi korban kekerasan brutal ini butuh pendampingan psikologis, butuh uluran tangan pemerintah untuk meringankan beban medisnya. Apakah harus menunggu korban benar-benar kehilangan segalanya baru bantuan turun?

Di mana Dinas Pendidikan? Seorang anak yang penuh harapan kini terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Seharusnya ada upaya agar hak pendidikannya tetap terjamin, bukan hanya sekadar empati kosong tanpa aksi nyata.

DPRD, para wakil rakyat yang terhormat, masihkah kalian diam? Kalian duduk di kursi kekuasaan atas nama rakyat, tetapi ketika rakyat tertindas, kalian justru sibuk berdebat tanpa kepastian. Di mana fungsi kalian sebagai penyambung lidah masyarakat? Apakah tragedi seperti ini hanya dianggap sebagai statistik belaka?

Jangan biarkan rakyat kecil merasa tak punya perlindungan di negerinya sendiri.  Pak RV tidak meminta belas kasihan. Ia hanya meminta keadilan. (YF)

Baca juga:

Kendatipun Lamban, Kasus Pengeroyokan Pelajar di Curup hingga Lumpuh Mulai Terkuak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *