GO BENGKULU, LEBONG – Kisruh yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebong tampaknya kian menjadi. Dualisme kepemimpinan di Sekretariat Daerah Kabupaten Lebong mulai berdampak luas, mulai dari roda pemerintahan hingga masyarakat di tingkat bawah.
Terpantau hingga Rabu (16/10/2024), Mahmud Siam masih bertahan dan meyakini dirinya masih sah sebagai Penjabat Sekda Lebong sesuai dengan Surat Mendagri yang diluncurkan beberapa waktu lalu. Di lain pihak, Donni Swabuana juga masih tetap bertahan dengan Surat Keputusan Plt Gubernur Bengkulu atas penunjukan dirinya sebagai Pj Sekda Lebong.
Teranyar, Plt Bupati Lebong, Fahrurrozi, mengeluarkan surat penegasan yang ditujukan kepada pimpinan Cabang Bank Bengkulu Muara Aman agar tidak memproses segala sesuatu yang berkaitan dengan anggaran/keuangan daerah Kabupaten Lebong selain atas nama Penjabat Sekretaris Daerah Donni Swabuana, ST., M. Si.
Akibatnya, keuangan daerah Kabupaten Lebong dalam beberapa waktu terakhir terhambat pasca dikeluarkannya surat penegasan dari Plt Bupati kepada Pimpinan Cabang Bank Bengkulu itu.
Melihat polemik yang tak berkesudahan itu, Ketua DPRD Lebong, Carles Ronsen, angkat bicara. Dirinya mengaku miris dengan polemik yang terjadi yang menuruthya saling mengedepankan ego personal. Carles Ronsen yang baru saja dilantik sebagai Ketua DPRD Lebong periode 2024-2029 Selasa kemarin itu juga mengaku akan segera memanggil kedua kubu yang berseteru agar permasalahan yang terjadi dapat segera diselesaikan. Kata dia, saling mempertahankan pendapat adalah hak setiap orang, namun, semua harus tetap mempedomani peraturan yang ada dan harus mengedepankan kepentingan publik.
“Kami akan segera panggil Plt Bupati termasuk kedua Pj Sekda versi masing-masing, masalah ini tidak boleh berlarut-larut, roda pemerintahan harus tetap berjalan,” kata dia.
Carles juga menyarankan agar masing-masing pihak mengurangi ego demi kelangsungan roda pemerintahan dan kepentingan publik. Informasi yang dia dapat, saat ini masih banyak pemerintah desa yang belum bisa merealisasikan Dana Desa tahap II karena terhambat di tandatangan/rekomendasi Sekda.
“OPD termasuk pemerintah desa saat ini bingung tandatangan siapa yang legal untuk transaksi keuangan. Ini harus segera diakhiri dalam waktu dekat melalui Komisi I kita akan panggil,” bebernya. (YF)