GO BENGKULU, LEBONG – Ada yang ganjil dengan pengelolaan dana desa di Kabupaten Lebong tahun anggaran 2023 ini. Bagaimana tidak, dana desa yang sejatinya digunakan untuk kepentingan masyarakat itu malah banyak terkuras untuk hal-hal yang tidak penting bahkan disinyalir untuk memenuhi kepentingan oknum tertentu. Uang miliaran rupiah itu terkuras untuk kegiatan Bimtek (Bimbingan Teknis) yang diselenggarakan secara berturut-turut oleh lembaga luar pemerintahan.
Data terhimpun awak gobengkulu.com, pada bulan Juni lalu tepatnya pada tanggal 5, rombongan aparatur desa (Kepala Desa dan Perangkat) beramai-ramai berangkat ke Bandung untuk mengikuti Bimtek yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara (LPPAN). Untuk mengikuti Bimtek tersebut, 1 orang peserta menguras anggaran sekitar Rp 15 juta dengan rincian Rp 8 juta untuk biaya Bimtek, dan 5 juta untuk biaya travel selama di Bandung. Belum lagi biaya transport dari Lebong ke Bandara Bengkulu dan tiket Pesawat, kemudian biaya dari bandara Jakarta ke Bandung.
Belum genap 1 bulan pulang dari Bandung, pemerintah desa ini kembali mendapat tawaran untuk mengikuti Bintek (Pembinaan Teknis) yang diselenggarakan oleh Dit Binmas Polda Bengkulu dengan biaya Rp 4.750.000 per peserta. Setiap desa diminta mengirim perwakilan 3 orang yang terdiri dari kepala desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), dan pengurus BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). Informasi terbaru, kegiatan Bintek yang rencananya diselenggarakan Dit Binmas Polda ini batal diikuti peserta dari Kabupaten Lebong. Kabarnya, Ketua APDESI Kabupaten Lebong bersama rekan-rekannya menghadap ke Polda Bengkulu meminta kegiatan Bintek untuk Kabupaten Lebong ditunda dulu karena ketiadaan anggaran. Dari hasil pertemuan itu, pihak Polda Bengkulu tampaknya memaklumi dan meminta agar pemerintah desa di Kabupaten Lebong menganggarkan di APBDes tahun 2024 mendatang.
Selamat dari Bintek Polda, rupanya aparatur desa di wilayah Kabupaten Lebong ini kembali dihadapkan dengan Bimtek yang diselenggarakan oleh Yayasan Biru Bengkulu yang biayanya pun tidak sedikit, yakni sebesar Rp 7 juta per peserta, 1 desa minimal mengirim 1 perwakilan. Bintek ini kabarnya diselenggarakan di Bengkulu selama 4 hari dimulai 3 Agustus hingga penutupan tanggal 6 mendatang.
Selain Bimtek, kabarnya pemerintah desa di Kabupaten Lebong juga mendapat tawaran dari oknum berinisial WL yang mengaku bekerjasama dengan pejabat Polres Lebong untuk pembuatan profil desa dengan biaya Rp 23 juta per desa. Tawaran pembuatan profil desa ini kabarnya memang tidak ada paksaan tapi karena oknum tersebut mengaku bekerjasama dengan pejabat Polres Lebong, sehingga tidak banyak pula kepala desa yang punya nyali untuk menolak.
Terkait tawaran profil yang bertarif Rp 23 juta itu, awak gobengkulu.com coba untuk mengkonfirmasi pejabat Polres Lebong melalui Kabag Ops AKP Andi Ahmad Bustanil. Kepada awak gobengkulu.com AKP Andi menepis jika pihaknya bekerjasama dengan WL untuk pembuatan profil desa yang bertarif mahal itu, bahkan dia mengaku tak mengetahui banyak tentang WL. Versi Andi, beberapa waktu lalu WL memang pernah menghadap ke Kapolres untuk pamit masuk ke desa-desa di Kabupaten Lebong untuk menawarkan jasa pembuatan profil desa. Karena dianya pamit baik-baik, Kapolres pun tak melarang dengan catatan tidak boleh memaksa.
“Dia memang pernah menemui Kapolres pamit untuk masuk ke desa-desa menawarkan jasa pembuatan profil desa, ya yang namanya tawaran kan sah-sah saja namanya juga usaha. Tapi dengan catatan tidak boleh memaksa,” elaknya.
Di sisi lain, Kepala Dinas PMD Kabupaten Lebong, Reko Haryanto, ketika dikonfirmasi menuturkan, Bimtek terhadap aparatur desa itu perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja agar dapat melaksanakan dalam tugas-tugasnya sesuai jabatan yang diemban sehingga dapat memajukan desanya sesuai harapan masyarakat berdasarkan undang-undang.
“Yang pasti apapun anggaran yang dikeluarkan ada pertanggungjawabannya, dan saya berani jamin anggaran yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut pasti ada di APBDes masing-masing desa,” terangnya.
Hanya saja, ketika ditanya apakah ada keterlibatan ataupun intervensi dari pihak-pihak tertentu untuk mengikuti Bimtek ataupun pembuatan profil desa, Reko enggan berkomentar banyak. Dia lebih menyarankan agar menanyakan langsung ke pihak desa ataupun ke pihak mana yang dimaksud melakukan intervensi.
“Silahkan tanya langsung aja ke desa-desanya, kalau itu saya tidak bisa berkomentar banyak,” tandasnya. (YF)
Baca juga:
Birokasi yg sudah tersistem, bagaimana bisa menolak kegiatan tersebut jika penyelenggaraan kegiatan ini dari kecamatan atu PMD, dan apakah ada jaminan setelah mengikuti kegiatan tersebut akan berpengaruh dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam pelayanan demi kemajuan desa atau malah sebaliknya.