GO BENGKULU, LEBONG – Salah satu tindak pidana yang lazim terjadi di setiap daerah tapi jarang terungkap adalah pemberian hadiah atau fee proyek oleh kontraktor kepada penyelenggara negara. Kebiasaan tidak baik ini seolah menjadi tradisi bahkan menjadi kewajiban melekat pada kontraktor jika ingin mendapatkan paket pekerjaan. Nilainya pun sangat fantastis bahkan mencapai 10 hingga 15 persen dari nilai paket yang akan dikerjakan.
Tentunya perbuatan oknum ini sangat merugikan masyarakat karena akan berpengaruh pada kualitas pekerjaan. Karena, untuk mendapat keuntungan si kontraktor pasti akan mengurangi kualitas ataupun volume pekerjaan untuk menutup kekurangan biaya yang telah dikeluarkan untuk membayar fee proyek. Atau bisa saja kualitas pekerjaan tetap terjaga tapi biaya yang dikeluarkan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut melebihi dari standar. Modus kecurangan bisa saja dimulai sejak dari perencanaan awal. Seperti, markup atau penggelembungan estimasi anggaran agar fee yang dibayarkan oleh kontraktor tidak berpengaruh pada kualitas pekerjaan dan aman di mata publik.
Berbicara tentang keterlibatan, tidak bisa dipungkiri pemufakatan jahat ini melibatkan orang-orang besar yang mempunyai kekuasaan dan penentu kebijakan. Bisa saja kontraktor berurusan langsung dengan penyelenggara negara atau penentu kebijakan tanpa perantara. Tapi tidak jarang pula melalui broker atau perantara yang mempunyai kedekatan (Relasi, red) dengan pejabat negara yang berpengaruh di wilayah setempat. Para broker inilah yang kemudian menjadi penghubung dan negosiator untuk penyedia barang/jasa yang kesulitan untuk menembus jalur birokrasi karena ketiadaan relasi (Orang Dalam). Proses seleksi hanya dijadikan kedok untuk menutup perbuatan jahat agar terlihat baik.
Semua pihak yang terlibat tentunya akan saling menjaga rahasia dan tidak akan pernah membuka kebobrokan tersebut ke publik karena pemufakatan jahat yang disepakatinya itu menguntungkan bagi semua pihak yang ada di dalamnya. Si kontraktor mendapat jalan pintas untuk menang tender, sementara penyelenggara negara atau pun pihak lain yang ikut andil memuluskan pemufakatan jahat itu akan mendapat keuntungan dengan menerima fee atau pun hadiah dari kontraktor.
Kebobrokan ini memang sulit diungkap jika tidak ada keseriusan dari APH (Aparat Penegak Hukum), bahkan tidak jarang oknum APH pun ikut bermain di belakang layar dari skenario yang merugikan rakyat itu. Jika ingin berbicara bukti memang sulit, karena tindak kecurangan ini biasanya sudah tersistem dan dilakoni oleh orang-orang piawai yang saling mengerti dan menganggap tradisi buruk itu menjadi hal yang lumrah.
Hal ini memang sakit untuk diungkap tapi ini lah realita yang terjadi saat ini semua bisa disulap, tergantung kepentingan tergantung imbalan. Tapi ingat, semua perbuatan jahat bisa saja lepas dari hukum duniawi, tapi yakinlah hukum Tuhan pasti ada.
Jika sumpah itu seperti sihir dan langsung terjadi, kemudian mereka (Oknum, red) disuruh bersumpah dengan lafal “Jika saya korupsi atau menyalahi wewenang saya untuk keuntungan pribadi maka saya akan menjadi monyet berdasi”
Tidak bisa dibayangkan berapa banyak monyet-monyet berdasi yang akan berkeliaran di negara tercinta kita ini.
Akhir kata mari sama-sama berbenah, kita bisa saja lepas dari pengadilan dunia tapi pengadilan Tuhan itu pasti ada dan tidak akan pernah tertukar, semoga kita akan selalu diingatkan dengan hari pembalasan. Wassalam…
Curup, 8 Agustus 2022
Penulis: YOFING DT, wartawan gobengkulu.com