GO BENGKULU, BENGKULU TENGAH – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng), yang berinisial EH, ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Benteng, Rabu (6/7/2022). Dia pun langsung ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Bengkulu selama 20 hari ke depan. Bukan hanya EH, bersamanya juga ditahan DR yang merupakan seorang ASN di Kota Bengkulu dan HH selaku Direktur PT BPI yang berasal dari Jawa Barat.
Informasi terhimpun, 3 orang tersebut ditahan atas dugaan penyimpangan anggaran penyusunan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kabupaten Benteng tahun 2013 silam. Pada perkara tersebut, EH bertindak sebagai PA (Pengguna Anggaran), sementara ER bertindak sebagai PPTK (Pejabat Pembuat Teknis Kerja) dan HH sebagai Direktur PT yang memenangkan tender.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Benteng, Tri Widodo, SH., MH, dalam rilisnya menyampaikan, ketiga orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan telah merugikan uang negara sebesar Rp 272.238.720. Dia menceritakan, pada tahun 2013 silam Bappeda Bengkulu Tengah menganggarkan kegiatan penyusunan RDTR perbatasan dengan Kota Bengkulu sebesar Rp 311.940.200 dengan masa kerja selama 120 hari.
“Ketiganya kita tahan di Rutan Kelas II B Bengkulu selama 20 hari ke depan,” kata Kajari.
Lanjutnya, dalam penyusunan RDTR tahun 2013 itu, HPS (Harga Perkiraan Sendiri) yang dibuat oleh DR selaku PPTK tidak sesuai dengan ketentuan, namun HPS tersebut disetujui oleh EH selaku pengguna anggaran. Pada proses lelang, PT. BPI berhasil memenangkan tender, tapi pekerjaan tersebut tidak dikerjakan langsung oleh PT BPI dan dikerjakan oleh tenaga ahli yang seolah-olah sebagai tenaga ahli PT. BPI.
Bukan itu saja, dalam penyusuan RDTR EH maupun DR tidak melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga kegiatan tersebut tidak berprogres dengan baik. Parahnya lagi pada kegiatan tersebut tidak pernah dilakukan konsultasi atau pun koordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagaimana diatur dalam perundang-undangan sehingga peta yang disusun tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak dapat digunakan dalam penyusuan Perda (Peraturan Daerah).
“Alhasil, kegiatan penyusunan RDTR yang dikerjakan oleh PT BPI tersebut tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan ketentuan, seharusnya kegiatan tersebut tidak dapat dibayarkan,” jelasnya.
Sementara, lanjut Kajari menceritakan, oleh DR diajukan usulan ke EH untuk dilakukan pembayaran dan disetujui oleh EH, sehingga dana sebesar Rp311.940.200,- telah terserap 100%.
“Dari audit BPKP ditemukan kerugian negara sebesar Rp272.238.720,” pungkasnya (**)