GO BENGKULU, LEBONG – Sungguh kelewatan apa yang terjadi di SMA Negeri 1 (SMANSA) Lebong. Sekolah yang menjadi idola masyarakat Lebong ini masih saja melakukan dugaan praktik Pungli (Pungutan Liar) terhadap ratusan siswanya. Informasi terhimpun, sekolah yang dipimpin oleh Rahmat Fujianto ini menarif Rp 50 ribu/siswa untuk setiap bulannya. Selain iuran bulanan siswa kelas XII juga dibebankan biaya try out (TO) sebesar Rp 34 ribu per kepala.
Rupanya, 2 item pungutan tersebut belum juga cukup memberatkan para orang tua murid, pihak sekolah juga membebankan uang senilai Rp 175 ribu dengan modus untuk pembangunan gapura sekolah. Belum selesai sampai di situ, terakhir siswa kelas XII yang akan menamatkan sekolahnya juga dibebankan biaya penebusan ijazah sebesar Rp 75 ribu per orang. Mirisnya, perbuatan yang termasuk dalam kategori Pungli ini berlindung di balik kesepakatan komite. Apa pun rupiah yang dikutip dari siswa diklaim oleh pihak sekolah telah melalui rapat komite dan merupakan kesepakatan bersama wali murid.
“Semuanya berdasarkan hasil rapat komite bersama wali murid dan sudah menjadi kesepakatan bersama, berita acaranya ada,” kata sekretaris komite, Aspin, Rabu (22/6/2022).
Sementara itu, sejumlah wali murid yang berhasil dibincangi awak gobengkulu.com, mengaku sangat terbeban dengan apa yang diberlakukan di SMANSA itu. Hanya saja, mereka mengaku tidak punya nyali untuk membantah karena takut akan berdampak pada anaknya yang masih duduk di bangku sekolah tersebut.
“Kalau mau jujur, terus terang kami sangat keberatan tapi untuk protes kami tidak berani karena takut akan berdampak pada anak kami,” ungkap sejumlah wali murid kepada gobengkulu.com, beberapa waktu lalu.
Para wali murid juga mempertanyakan terkait sekolah gratis yang digadang-gadangkan oleh pemerintah selama ini. Menurutnya, jika kondisi di sekolah masih ada pungutan, dia berkesimpulan sekolah gratis hanya isapan jempol belaka.
“Berarti sekolah gratis yang digadang-gadangkan selama ini hanya pencitraan pemerintah, karena faktanya masih banyak yang harus dibayar,” cetusnya.
Mengendus informasi yang dinilai mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Lebong, salah satu pemuda Lebong, Riko Antonius, angkat bicara. Dia menuturkan, jika memang benar di sekolah tersebut masih ada pungutan yang tidak jelas dasar hukumnya, sudah sepatutnya APH (Aparat Penegak Hukum) bertindak. Riko menyebut, jika berpedoman pada Surat Edaran (SE) Gubernur nomor 420/2176/DIKBUD/2021, perbuatan tersebut jelas melanggar hukum karena pemerintah sudah menggratiskan seluruh biaya sekolah, terutama yang berada di bawah naungan Pemprov Bengkulu.
“Pungutan dalam bentuk apa pun tidak boleh lagi, yang boleh itu sumbangan. Yang namanya sumbangan nilainya tidak boleh ditetapkan dan sifatnya tidak mengikat,” tuturnya.
Dia menambahkan, dari informasi yang dia dapat, di SMANSA Lebong terdapat sekitar 618 siswa. Jika dikalkulasi, lanjut Riko menerangkan, dana BOS yang diterima SMANSA Lebong setiap tahunnya mencapai Rp 900 jutaan. Sepengetahuan dia, harga satuan BOS per satu peserta didik untuk jenjang sekolah SMA sebesar Rp 1,6 juta per tahun.
“Jika gelagatnya seperti ini patut dicurigai ada tindak pidana korupsi dana BOS di sekolah ini. Kami selaku warga Lebong minta APH untuk mengusut kemana dana BOS yang hampir Rp 1 miliar itu dibelanjakan,” tegasnya. (FR)
Baca juga:
Berkedok Komite, SMANSA Lebong Tarik Pungutan
Aksi Pungli Dibongkar, Sekretaris Komite SMANSA Kebakaran Jenggot