GO BENGKULU, LEBONG – Polemik tapal batas antara Kabupaten Lebong dengan Kabupaten Bengkulu Utara tampaknya belum membuahkan hasil yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara tetap bersikukuh berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 tahun 2015. Sementara, Kabupaten Lebong keberatan dengan Permendagri tersebut dan tetap berpegang teguh pada Undang-undang Nomor 39 Tahun 2003. Beberapa kali dilakukan mediasi tapi belum juga membuahkan hasil.
Bahkan pada tahun 2017 lalu Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara telah mengucurkan anggaran sekitar Rp 700 juta untuk membangun gapura tapal batas yang ditempatkan di Desa Tik Tebing, Kecamatan Lebong Atas, sesuai dengan titik koordinat yang ditetapkan dalam Permendagri Nomor 20 tahun 2015 lalu.
Sempat senyap beberapa tahun, di era kepemimpinan Kopli Ansori, Pemerintah Kabupaten Lebong kembali mencari celah untuk mengembalikan pengakuan terhadap Undang-undang Nomor 39 Tahun 2003 agar luasan Kabupaten Lebong kembali seperti semula saat awal memisahkan diri dari Kabupaten Rejang Lebong tahun 2003 lalu.
Seperti yang diungkapkan Bupati Kopli tidak lama ini, Pemkab Lebong akan mengajukan uji materi (Judicial Review) terkait Pertaturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 20 Tahun 2015 ke Mahkamah Agung (MA). Permendagri terkait tapal batas Kabupaten Lebong dengan Kabupaten Bengkulu Utara tersebut dinilai cacat hukum dan merugikan Kabupaten Lebong. Bagaimana tidak, jika mengacu pada Permendagri tersebut tentu wilayah Kabupaten Lebong akan menyempit dan beberapa wilayah terpaksa direlakan lepas ke Kabupaten tetangga (Bengkulu Utara, red)
“Kita akan tempuh jalur hukum, saya minta persiapkan semua dokumen serta bukti-bukti sah lainnya yang diperlukan,” sampai Kopli.
Tak hanya itu, Kopli juga menyebut akan menggugat surat Gubernur Bengkulu Nomor 135.6/234/B.1/2014 tertanggal 7 April 2014 yang menjadi dasar terbitnya Permendagri Nomor 20 Tahun 2015 itu ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Sebab, kesepakatan antara Bupati dan Ketua DPRD Lebong bersama dengan pihak eksekutif dan legislatif Bengkulu Utara tahun 2007 yang merupakan cikal bakal surat rekomendasi gubernur ke Kemendagri pada tahun 2014 tersebut sudah dibatalkan.
“Kesepakatan itu kan sudah dibatalkan, kok malah terbit Permendagri Nomor 20 Tahun 2015 ini,” cetusnya.
Di sisi lain, Kapolres Lebong, AKBP. Ichsan Nur, S.I.K, angkat bicara menyikapi polemik tapal batas antara Kabupaten Lebong dengan Bengkulu Utara yang tak kujung selesai sejak beberapa tahun lalu itu. Dia menjelaskan, Kabupaten Lebong merupakan pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong yang disahkan melalui undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 tahun 2003.
“Batas-batasnya jelas dan sudah disahkan melalui undang-undang. Seharusnya kedua belah pihak mematuhi perintah undang-undang bukannya berpedoman pada Permendagri,” jelasnya.
Lebih jauh, dia juga menilai Kemendagri sudah mengangkangi undang-undang atas terbitan Permendagri nomor 20 tahun 2015 yang seolah dipaksakan untuk membatalkan undang-undang. Ia menyebut, Pemkab Lebong dinilai tak memiliki referensi untuk memperjuangkan wilayah eks Padang Bano. Upaya hukum, sambung dia, sejatinya dari awal dilakukan. Bukan menunggu mediasi dari Pemprov Bengkulu.
“Coba gandeng advokad yang tahu soal aturan undang-undang pemekaran. Saya yakin, eks Padang Bano mutlak dimenangkan Kabupaten Lebong,” sebutnya. (JO)