GO BENGKULU, LEBONG – Kian menarik untuk disimak, perkara dugaan pemotongan BLT DD yang dilaporkan oleh warga Desa Nangai Tayau, Kecamatan Amen, Kabupaten Lebong, sepertinya akan berbuntut Panjang. Kendati pihak Kejaksaan Negeri Lebong menyatakan perkara tersebut telah ditutup, namun hal itu tidak menyurutkan semangat warga Nangai Tayau untuk mencari keadilan.
Salah satu warga Nangai Tayau, Santi, membeberkan, ada beberapa kejanggalan yang dilakukan oleh pihak Kejari Lebong dalam menangani perkara yang dilaporkannya itu. Salah satunya adalah, pihak Kejari mengklaim tandatangan para korban pemotongan BLT DD pada laporan yang disampaikannya beberapa waktu lalu itu adalah palsu, padahal menurutnya tandatangan tersebut asli dan tidak ada yang merasa terpaksa. Seharusnya, lanjut Santi, pihak Kejari lebih focus pada pokok permasalahan, yakni, dugaan pemotongan BLT DD bukannya malah sibuk memperkara tandatangan pelapor.
“Kata Kasi Intel para korban telah mengakui bahwa tandatangannya di laporan waktu itu telah dipalsukan, padahal pada faktanya para korban ini tidak pernah mengakui demikian, kok fakta yang disampaikan ke publik diputar-putar,” cetusnya.
Atas ketidakpuasannya itu, para pelapor mengancam akan melaporkan perkara tersebut ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yakni, Kejaksaan Agung bahkan mereka menyebut akan melaporkan ke KPK RI.
“Perkara yang kami laporkan ini sudah 2 kali buka tutup, jika memang kami tidak menemukan keadilan di sini, kami akan lapor ke Kejagung dan KPK,” ungkap Santi.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Lebong, Arief Indra Khusuma Adi, SH., M.Hum, melalui Kasi Intel, M Zaki, SH, saat dikonfirmasi terkait hal itu menyatakan, dari hasil penyelidikan yang dilakukan pihaknya, ternyata tidak ditemukan adanya indikasi pemotongan BLT DD seperti yang dilaporkan oleh warga. Yang ada itu pengalihan dari nominal yang didapat oleh warga yang terdaftar sebagai KPM BLT DD ke warga miskin lainnya dengan sistem kesepakatan tanpa ada paksaan.
“Kami telah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap beberapa orang, dari hasil pemeriksaan kami tidak menemukan adanya indikasi pemotongan yang dilakukan oleh pemerintah desa, yang ada itu adalah pengalihan dengan kesepakatan, yakni, sebagian dari hak yang didapati oleh KPM ini dibagikan ke warga miskin lainnya dengan tujuan agar warga miskin yang tidak terdaftar sebagai KPM juga dapat,” jelasnya.
Ditanyai terkait pengalihan tersebut di mata hukum seperti apa, Zaki mengaku hal itu terjadi di luar konteks pemerintah desa.
“Pada saat pembagian oleh pemerintah desa mereka nerimanya full, tapi setelah itu mereka ada kesepakatan sendiri,” elaknya.
Untuk diketahui, mekanisme penyaluran BLT DD diawali dengan pendataan yang dilakukan oleh tim relawan Covid-19 yang dibentuk oleh kepala desa, kemudian dilakukan verifikasi dan validasi data hingga akhirnya ditetapkan melalui musyawarah desa. Jika berpedoman pada PMK Nomor 50/PMK.07/2020, tidak ada alasan kepala desa mengurangi hak warga miskin yang berhak menerima BLT di desanya dengan alasan keterbatasan anggaran. Karena di dalam PMK Nomor 50/PMK.07/2020 ini dijelaskan tidak ada batas maksimal pagu Dana Desa yang dapat digunakan untuk BLT, pagunya menyesuaikan dengan kondisi di desa. (FR)
Baca juag:
Dilaporkan ke Kejati, Kabarnya Laporan Warga Nangai Tayau Diproses Lagi oleh Kejari Lebong