GO BENGKULU, KEPAHIANG – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Kepahiang, mengecam keras atas tindakan oknum pengacara yang menunjukkan sikap arogan saat diliput oleh wartawan. Kejadian kurang mengenakkan itu terjadi pada Senin (6/9/2021) siang, menimpa wartawan Surat Kabar Harian Rakyat Bengkulu dan wartawan Harian Radar Kepahiang.
Kejadiannya bermula saat Tim penyidik Unit Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Kepahiang sedang melakukan pemeriksaan terhadap pengurus Federasi Pekerja Pelayan Publik Indonesia (FPPI) pusat yang didampingi pengacaranya.
Saat itu sejumlah wartawan sedang melakukan kegiatan rutinitasnya (Liputan, red) dan bermaksud mengambil gambar pengurus FPPPI yang tengah diperiksa oleh penyidik. Tapi rupanya salah satu pengacara dari terlapor tidak terima atas tindakan wartawan yang mengambil gambar tersebut, dan spontan mengeluarkan kata-kata yang kurang mengenakkan.
“Kamu kenapa foto-foto? Kamu wartawan ya? Sudah ada izin kamu?,” hardik beberapa pengacara dan terlapor, sembari menunjuk ke arah Arie Saputra, jurnalis Harian Rakyat Bengkulu (RB) dan Efran Antoni, Harian Radar Kepahiang (RK), dikutip dari Rakyat Bengkulu Online.
Tidak berhenti sampai di situ, salah satu pengacara kemudian mendatangi 2 orang wartawan yang berada di luar ruang pemeriksaan dan kembali memarahi keduanya. Bahkan oknum pengacara tersebut sempat menarik kartu pers milik jurnalis Harian RB hingga nyaris terjadi bentrok antara keduanya.
“Siapa yang menyuruh kamu meliput? Mana surat tugasnya?” tanya pengacara tersebut.
Menyikapi kejadian tersebut, Ketua PWI Kepahiang, Muktar Amin, S.Pd, angkat bicara. Dia menyebut, PWI Kepahiang mengecam keras tindakan oknum pengacara yang dinilai tidak mengerti dengan tugas wartawan. Menurutnya, tindakan oknum pengacara tersebut termasuk salah satu tindakan menghalang-halangi tugas wartawan dan ada sanksi hukumnya.
Dia menjelaskan, tindakan menghalangi kegiatan jurnalistik jelas diatur dalam UU Pers No 40 Tahun 1999, pada Pasal 18 Ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
“Seharusnya, seorang pengacara paham dengan Undang-undang,” cetusnya.
Hal senada juga dipertegas oleh ketua SMSI Kepahiang, Ujang Effendi, S. Sos, seorang pengacara yang notabenenya orang yang mengerti hukum tidak semestinya berbuat demikian. Dalam UU Pers No 40 Tahun 1999, Pasal 1 angka 1 sangat jelas disebutkan, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.
“Kami sangat menyayangkan seorang pengacara yang notabenenya ngerti hukum kok berbuat demikian. Wartawan yang melakukan tugasnya dilindungi Undang-undang,” bebernya. (**)