GO BENGKULU, LEBONG – Beredar isu akan digelar mutasi besar-besaran di lingkup pemerintahan Kabupaten Lebong. Hal ini tidak bisa dipungkiri pasca terjadinya pergantian tampuk kepemimpinan pasca Pilkada serentak 2020 yang digelar beberapa waktu lalu, dan hal itu sudah menjadi kelaziman dan mentradisi di setiap pemerintahan baru.
Isu mutasi besar-besaran ini tentu berpengaruh pada semangat kerja para ASN (Aparatur Sipil Negara) yang secara manusiawi menginginkan posisi jabatan yang lebih baik. Tidak bisa dipungkiri mutasi ataupun promosi jabatan mempunyai dampak positif dan negatif terhadap kinerja ASN itu sendiri. Ditinjau dari aspek pengembangan diri dan pengembangan organisasi, mutasi merupakan salah satu upaya penyegaran untuk memacu semangat kerja. Namun demikian, tidak sedikit yang merespon negatif dan kurang ikhlas terhadap dampak mutasi yang digelar, terlebih lagi bagi mereka yang diturunkan jabatannya, apa lagi sampai dinonjobkan.
Banyak yang berpendapat mutasi di awal jabatan seorang kepala daerah kerap kali didominasi oleh tim sukses dan kepentingan politik seorang kepala daerah terpilih tanpa memperhatikan potensi dan kelangsungan birokrasi yang baik untuk kemajuan daerah. Di masa ini biasanya banyak manusia bertopeng dan penjilat hanya untuk mendapatkan posisi jabatan empuk yang belum tentu dikuasai olehnya.
Hal ini memang dilema bagi kepala daerah terpilih, di satu sisi dia membutuhkan komposisi birokrasi yang mumpuni untuk menyukseskan program-programnya untuk kemajuan daerah, tapi di sisi lain harus juga menjaga perasaan para pejuang yang ikut mengantarkannya menduduki kursi orang nomor satu di daerah itu sendiri. Saat inilah kebijaksanaan seorang pemimpin diuji, dan diukur sejauh mana keseriusannya membangun daerah.
Jika pengisian jabatan hanya didasari bisikan atau pun imbal jasa dan koalisi dari tim sukses, sudah bisa dipastikan tidak akan menghasilkan tata kelola organisasi yang baik. Yang ada hanya akan berujung pada upaya saling menjatuhkan dan saling sikut hanya untuk kepuasan dan kekuasaan.
Untuk diketahui, tidak mungkin seorang kepala daerah mampu membangun daerahnya dengan baik tanpa dukungan aparatur dan komposisi birokrasi yang baik pula. Penilaian terhadap aparatur yang akan menduduki jabatan harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kompetensi, loyalitas dan integritas.
Janji di masa kampanye tentu tidak semuanya bisa langsung direalisasikan. Merealisasikan janji memang berat, karena tidak serta merta seorang pemimpin bisa mengambil keputusan sesuka hati karena dihadapkan dengan prosedur dan regulasi yang mengikat.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bijak dalam menentukan keputusan dan tentunya setiap keputusan harus berpihak pada kepentingan rakyatnya. Begitu juga tim sukses yang baik adalah, tim sukses yang selalu mendukung setiap kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat dan program yang bertujuan untuk kemajuan daerah, bukannya memikirkan diri sendiri atau pun kelompoknya.
Menyimak surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor : 273/487/SJ yang salah satu pointnya adalah aturan penggantian pejabat oleh Kepala Daerah yang melaksanakan Pilkada serentak Tahun 2020, yakni tidak boleh melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum ditetapkan sebagai pasangan calon, termasuk juga 6 bulan pasca pelantikan sebagai pemenang Pilkada. Jika berpedoman pada SE Mendagri tersebut bisa disimpulkan bahwa, setiap kepala daerah pemenang Pilkada serentak 2020 yang dilantik pada 26 Februari lalu sudah bisa melakukan perombakan jabatan paling cepat 27 Agustus mendatang.
Pasangan Kopli Ansori dan Fahrurrozi, resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lebong, pada 26 Februari lalu. dan tentunya pasangan yang dikenal merakyat ini juga akan melakukan perombakan di kabinetnya. Beberapa kali saat dibincangi awak media Kopli-Fahrurrozi selalu menegaskan, tidak ada sistem transaksional atau jual beli jabatan dalam mengisi jabatan di era pemerintahannya. Dia juga memastikan orang-orang yang akan mengisi jabatan di era pemerintahannya adalah orang yang mempunyai kompetensi dan integritas serta loyalitas yang tinggi.
“Kami tidak akan membiarkan KKN terus membudaya, tidak ada istilah family, tidak ada istilah tim, apa lagi jual beli jabatan. Semua pejabat kami akan dinilai secara objektif sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya,” tegas Kopli.
Penulis: YOFING DT