/
/
bengkulu-selatanbengkulu-tengahbengkulu-utaraheadlinehukum-peristiwakaurkepahiangkota bengkuluLebongmuko-mukorejang-lebongseluma

Pencuri Ayam VS Pencuri Uang Negara

512
×

Pencuri Ayam VS Pencuri Uang Negara

Sebarkan artikel ini
PENCURI AYAM VS PENCURI UANG NEGARA
Ilustrasi

Catatan Redaksi, Lebong 23 Maret 2021

GO BENGKULU – Menyimak beberapa kejadian di negeri ini membuat hati ini semakin bimbang dan selalu bertanya, sebenarnya hukum di negeri ini untuk siapa? Sering kita jumpai pelaku pencuri ayam ditangkap dan dihakimi massa hingga babak belur kemudian dijebloskan ke jeruji besi. Tak jarang ada pula pencuri yang terpaksa meregang nyawa di tangan manusia-manusia yang seakan tak berdosa.

Dia dihakimi dan dihukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (Mungkin) karena dinilai telah melakukan tindakan pelanggaran hukum dan merugikan orang lain. Tak ada ampun untuk seorang pencuri kelas teri. Pencuri kelas teri tidak punya alasan untuk mencari pembenaran, semuanya harus diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang tersurat.

Miris memang, tapi itulah fakta pahit yang harus ditelan untuk masyarakat kecil yang tak punya daya untuk membayar pengacara kondang dan tak punya relasi orang-orang hebat untuk mengubah putusan.

Pernah tidak kita membayangkan seorang pencuri terpaksa melakukan perbuatannya hanya karena ingin mendiamkan anaknya yang menangis kelaparan. Tapi hal itu tidak dapat diterima sebagai alasan untuk meringankan perbuatannya, salah tetap salah dan harus siap bertanggung jawab.

Hal itu berbanding terbalik dengan perlakuan terhadap penjahat berdasi yang kerap mencuri uang negara yang nilainya tidak sedikit. Mereka diperlakukan tak ubahnya manusia istimewa, dia dibela, dia dikawal, seakan semut pun tak boleh menggigitnya.

Bahkan setelah terbukti dan divonis bersalah pun dia masih tak punya rasa malu mengajukan banding dengan dalih mencari keadilan. Jika dihukum pun, dia tetap mendapat perlakuan istimewa dengan berbagai fasilitas tak ubahnya rumah pribadi. Tak sadarkah mereka uang yang dimakannya itu adalah uang receh masyarakat kecil yang dipungut oleh negara melalui pajak dan sumber lain yang sejatinya akan dipergunakan untuk kemakmuran masyarakat.

Dimana letak keadilan?

Penutup kata, penulis hanya ingin mengatakan, “Sadarlah wahai saudaraku, manusia bisa lolos dari pengadilan dunia, tapi tidak dari pengadilan Tuhan”.

Penulis: YOFING DT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *