/
/
bengkulu-selatanbengkulu-tengahbengkulu-utaraheadlinehukum-peristiwakaurkepahiangkota bengkuluLebongmuko-mukorejang-lebongseluma

Apakah Pengembalian Kerugian Negara Bisa Menghapus Pidana?

719
×

Apakah Pengembalian Kerugian Negara Bisa Menghapus Pidana?

Sebarkan artikel ini
pengembalian kerugian negara
Ilustrasi

GO BENGKULU – Menjadi pertanyaan publik, apakah dengan mengembalikan kerugian negara oleh terduga/pelaku korupsi akan menghapus pidananya? Apakah dengan menitipkan uang pengganti dari kerugian negara yang ditimbulkan akan menghentikan penyelidikan atau penyidikan oleh APH (Aparat Penegak Hukum) ?

Jika dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari, apakah ketika kita mencuri barang seseorang lalu ketahuan, kemudian barang tersebut kita kembalikan kepada pemiliknya, apakah akan menghilangkan pidana dari perkara pencurian yang kita lakukan itu?

Timbul berbagai penafsiran dan pendapat atas permasalahan tersebut. Tapi ada baiknya kita kembali berpedoman pada hukum perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini adalah Undang-Undang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam UU tersebut dijelaskan,

Pasal 2

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Jika merujuk pada pasal 4 UU Tipikor jelas disebutkan, Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Dari bunyi pasal 4 tersebut bisa kita simpulkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus perkara.

Hanya saja, ada pendapat berbeda terkait perlakuan terhadap pengembalian kerugian negara berdasarkan waktu pengembalian, ada yang berpendapat jika dikembalikan sebelum statusnya ditetapkan menjadi penyidikan dalam artian masih tahap penyelidikan, maka pengembalian tersebut dianggap telah menghapus pidananya karena tidak ditemukan lagi unsur kerugian negara, dengan catatan belum dimulainya tahap penyidikan. Apa bila penyidikan telah dimulai, maka pengembalian hanya akan menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan sanksi pidana, karena dianggap telah meringankan beban negara dan sebagai pengakuan atas bersalah si terdakwa.

Tapi ada pula yang berpendapat bahwa pengembalian sebelum atau setelah dimulainya penyidikan tetap saja tidak menggugurkan sanksi pidananya karena yang dilihat bukan pengembaliannya tapi perbuatan melawan hukum yang telah dilakukannya.

Lalu timbul pertanyaan, bagaimana jika kerugian negara tidak dikembalikan sementara dirinya (pelaku) terbukti bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap?

Kita kembali merujuk pada UU Tipikor, dalam pasal 18 dijelaskan,

(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah:

a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;

b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;

c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;

d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

Disadur dari hukumonline.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *