//Catatan Redaksi
GO BENGKULU, LEBONG – Masyarakat tampaknya mulai resah dengan kehadiran virus corona yang tak kunjung beranjak dari bumi ini. Dampaknya sungguh luar biasa, banyak pengusaha yang gulung tikar akibatnya. Silaturahmi tak lagi terjalin parahnya lagi banyak generasi (anak sekolah, red) yang punya kelaziman jadi tukang contek (Google, red).
Aneh tapi nyata, fenomena virus corona ini sungguh terasa, negara seperti darurat perang, begini tidak boleh begitu tidak boleh, anak sekolah diliburkan, anggaran hingga triliunan rupiah digelontorkan untuk penanganan wabah Covid-19 yang hingga kini masih merajalela.
Sebagian besar kegiatan masyarakat dilarang dan diimbau agar lebih banyak di rumah tanpa diikuti solusi masyarakat mau makan apa. Anehnya, keramaian tidak boleh, sekolah sebagian besar diliburkan, tapi pasar dan mall hingga kini masih terbuka bebas. Para konglomerat dan jutawan bebas melenggang keluar masuk mall, bahkan pasar hampir tiap hari ramai pengunjung.
Para pemangku kebijakan bebas menggelar acara, sementara masyarakat kecil dibubarkan dan diancam pidana jika melanggar. Petugas dengan gagahnya menggelar patroli dan menghukum para pelanggar prokes (protokol kesehatan), sementara dirinya sendiri (Pemangku kebijakan, red) tak patuh dengan peraturan yang dibuatnya sendiri.
Tak jarang terciduk para pemangku kebijakan kedapatan menggelar acara keramaian dengan diiringi hiburan organ tunggal sembari bernyanyi dan berjoged ria seakan lupa dengan peraturannya sendiri.
Kondisi demikian ini menuai kritikan dari berbagai kalangan masyarakat menengah kebawah, terutama para pelaku usaha kecil dan menengah yang harus rela kehilangan pekerjaannya lantaran virus corona. Seperti para Vendor Pernikahan, yang nyaris kehilangan pekerjaannya lantaran adanya larangan pemerintah untuk menggelar acara keramaian pernikahan. Awalnya mereka mengaku mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait larangan tersebut jika memang tujuannya untuk memutus tali rantai penyebaran Covid-19.
Tapi sayang, lambat laun tampaknya peraturan itu mulai berlaku sepihak. Faktanya, banyak instansi pemerintah yang menggelar keramaian tapi tidak dibubarkan oleh petugas. Hampir setiap hari instansi pemerintah menggelar acara rapat dan berkerumun dalam satu ruangan berukuran kecil. Bahkan tak jarang pula mereka (Pemerintah, red) menggelar acara keramaian diiringi dengan organ tunggal. Lucunya mereka berdalih sudah dengan ketentuan protokol kesehatan.
Seperti di Kabupaten Lebong, sejak tanggal 21 September lalu sudah diberlakukan Perbub nomor 45 Tahun 2020, yakni kewajiban untuk memakai masker. Perbub tersebut berlaku untuk perorangan, pelaku usaha dan pengelola, penyelenggara atau penanggungjawab tempat dan fasilitas umum. Bagi yang tidak patuh maka akan dikenakan sanksi, mulai dari sanksi sosial hingga sanksi materi. Sejak perbub tersebut diberlakukan sudah banyak masyarakat yang terciduk melanggar dan dikenakan sanksi oleh petugas.
Sayangnya, perbub tersebut hanya berlaku untuk masyarakat kecil saja, buktinya para ASN di lingkup Pemkab Lebong jarang sekali terlihat mengenakan masker bahkan Dinas Sat Pol PP sendiri yang bertugas untuk menegakkan Perbub itu sendiri sering terlihat melanggar. Jarang sekali pegawai di kantornya yang mengenakan masker, mereka hanya taat saat terlihat oleh publik saja atau saat akan menggelar razia.
“Kami merasa keberatan dengan peraturan pemerintah yang berlaku sepihak ini. Masyarakat dilarang untuk meggelar acara, sementara pemerintah sendiri melanggar. Mereka bebas menggelar acara sambil nyanyi-nyanyi dan joged-joget seperti tidak ada Covid-19,” ungkap salah satu pengusaha vendor pernikahan di Kabupaten Lebong denan nada kesal, Sabtu (13/2/2021).
“Dimana letak keadilan, kalau memang virus Corona itu ada ayok kita sama-sama patuh, termasuk pasar juga ditutup. Kalau tidak tolong jangan dilebih-lebihkan, apa salahnya kegiatan tetap jalan tapi tetap memperhatikan pola hidup sehat, selebihnya kita berserah dengan yang di Atas. Kami juga butuh makan pak,” imbuhnya.
Dikhawatirkan banyak oknum yang mencuri kesempatan di balik wabah virus yang katanya mematikan ini, terutama terkait anggaran yang nilainya tidak tanggung-tanggung. Pemerintah menggelontorkan anggaran miliaran rupiah untuk membeli alat pelindung diri (APD), seperti, masker, disinfektan, rapid test, swab, dan perlengkapan pendukung lainnya yang sulit untuk diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena barang tersebut termasuk kategori barang habis pakai.
Semoga wabah Covid-19 ini cepat berlalu dan anak-anak bisa sekolah lagi, silaturahmi terjalin kembali, dan masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa tanpa dihantui rasa takut.
Penulis: YOFING DT