/
/
headlineLebongOpini/Tajuk

Jeritan Hati Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19

252
×

Jeritan Hati Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19

Sebarkan artikel ini
KELUHAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19
Ilustrasi

Catatan Redaksi, Lebong 18 Januari 2021.

GO BENGKULU, LEBONG – Saat ini di Kabupaten Lebong sudah mulai masuk musim tanam. Musim tanam tiba paceklik pun tiba itulah fenomena berkepanjangan yang terjadi di Kabupaten Lebong. Kendatipun terdapat bentangan sawah yang luas dan hasil yang berlimpah, tapi itu belum menjadi solusi untuk dapat keluar dari kesulitan ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa belum adanya kestabilan ekonomi di tengah masyarakat itu sendiri.  Sistem ijon masih menjadi pilihan bahkan tak jarang saat panen tiba hasil pun habis di tempat tak sampai ke rumah karena harus membayar dengan tengkulak yang sudah lama menunggu karena sebelumnya sudah membayar hasil panen dengan harga jauh di bawah standar pasaran.

Kabupaten Lebong terkenal dengan sebutan lumbung padi, tapi tidak lumbung beras. Padi banyak tapi beras kekurangan. Hampir setiap bulan masyarakat Lebong adalah penerima beras raskin ((Beras untuk Rumah Tangga Miskin) yang kemudian berubah nama menjadi beras rastra (Beras Sejahtera). Dan saat ini namanya kembali berubah menjadi BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang merupakan stimulan dari pemerintah untuk masyarakat yang tergolong ekonomi rendah. Jumlah penerimanya pun tak sedikit bahkan mencapai ribuan.

Tak jarang terjadi perselisihan antara masyarakat dengan pemerintah desa kerena dinilai tebang pilih lantaran tak mampu mengakomodir semua masyarakatnya yang tergolong ekonomi rendah. Mungkin inilah salah satu PR pemerintah kedepan, bagaimana manjadikan masyrakat Kabupaten Lebong menjadi masyarakat yang produktif dan bukan masyarakat yang konsumtif yang berlomba-lomba mendaftarkan diri menjadi penerima bantuan sosial.

Tambah lagi saat ini dunia tengah dilanda bencana besar yakni bencana virus Corona atau yang sering disebut dengan Covid-19 yang telah melumpuhkan perekonomian masyarakat. Banyak masyarakat yang mendadak pengangguran dan harus rela kehilangan pekerjaannya. Semuanya dibatasi, begini tidak boleh begitu tidak boleh, sedangkan kebutuhan tak bisa dihentikan.

Ironisnya, kebutuhan di tengah pandemi melebihi kebutuhan di saat sebelum adanya pandemi Covid-19. Misalkan, saat ini orang tua harus memikirkan paket kuota internet anaknya untuk belajar di rumah yang istilah kerennya disebut dengan belajar sistem daring (Dalam Jaringan). Di samping harus berpikir keras untuk mencari beras untuk makan anak-anaknya, orang tua juga harus kerja keras untuk mendidik anak-anaknya agar tidak terperosok dalam kebodohan karena sudah berbulan-bulan tidak masuk sekolah. Bukan hanya kuota internet, anak-anak juga diwajibkan untuk membeli buku LKS (Lembar Kerja Siswa) agar bisa belajar sendiri dan mengerjakan tugas di rumah. Mirisnya lagi, sekolah tidak tapi uang SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) wajib bayar. Dunia pendidikan dibuat seperti negeri dongeng, yang tiba-tiba ada ujian, tiba-tiba ada tugas, dan lucunya lagi tiba-tiba ada kelulusan dan kenaikan kelas. Bahkan ada pula perengkingan. Anak-anak dibuai dengan nilai yang tinggi, nilai yang bagus seolah-olah berprestasi dan pintar, tapi isi otak kosong.

Hadehh, sampai kapan seperti ini? Bagaimana nasib negeri ini nanti kalau terus begini? Negeri ini akan dipimpin oleh generasi Covid yang kurang pengetahuan dan kosong ilmu. Yang otaknya kosong lantaran kelamaan libur, alias BDR (Belajar Dari Rumah), orang tua sibuk sementara guru nyantai cuma ngasih-ngasih tugas dari jauh tapi gaji tetap ngalir (uenak dong).

Semoga saja wabah virus ini cepat berakhir, dan aktivitas bisa normal kembali.

“Saya bingung pak, ekonomi sekarag serba sulit. Semua dibatasi, tapi kebutuhan tak kenal batas. Anak-anak libur dan harus belajar di rumah. Tapi apa pemerintah mikir, kalau belajar dari rumah harus ada HP android, harus ada kuota internet. Katanya ada bantuan kuota internet dari pemerintah, tapi mana? Buktinya saya harus beli sendiri paket internet anak saya. Anak-anak juga harus beli LKS dan wajib pula bayar uang SPP. Sekolah tidak tapi wajib bayar uang sekolah, apa tidak lucu ini namanya,” keluh wali murid yang berharap wabah Covid-19 cepat berakhir.

Penulis: Delten Pelas/Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *