Catatan Redaksi, Sabtu 8 Agustus 2020.
Oleh: Yofing DT
GO BENGKULU, LEBONG – Kebebasan Pers di Kabupaten Lebong sepertinya kembali terancam, awak media tak lagi bebas memberitakan suatu kejadian sesuai dengan fakta yang ada. Pemberitaan terkesan diintervensi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan parahnya lagi objek pemberitaan ditentukan oleh narasumber, mana yang boleh diberitakan dan mana yang tidak boleh diberitakan.
Lantas menjadi pertanyaan besar sejauh mana kekuatan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang kebebasan pers dalam menyajikan informasi. Ironisnya lagi, hal ini terjadi di instansi penegak hukum yang semestinya lebih mengerti terkait keberadaan pers Indonesia.
Seperti yang terjadi di wilayah hukum Polres Lebong, Polda Bengkulu, awak media yang bertugas di wilayah setempat tak lagi leluasa menyajikan informasi terkait perkara hukum yang terjadi.
Polres setempat terkesan tertutup dan pelit informasi. Tak jarang upaya konfirmasi para wartawan tak membuahkan hasil. Upaya konfirmasi hanya dijawab dengan jawaban yang tidak menginformasikan. Bahkan tak jarang pula upaya konfirmasi yang dilakukan melalui pesan WhatsApp hanya dibaca saja dan tidak dibalas oleh jajaran perwira yang memangku jabatan di bidangnya.
Kondisi demikian itu membuat para jurnalis mengalami kesulitan untuk menyajikan informasi yang akurat dan berimbang.
“Nanti ya, belum boleh diberitakan, kalau sudah boleh nanti kita kasih tahu,” demikian jawaban yang sering didapat. Tapi hingga sekian lama ditunggu informasi yang dijanjikan tak kunjung keluar dan diam-diam perkara tersebut telah dikeluarkan SP3 (surat penghentian penyidikan dan penuntutan).
Baru-baru ini terpantau Polres Lebong, Polda Bengkulu, menangani banyak perkara pidana di wilayah hukumnya (Lebong,red). Mulai dari perkara pidana umum, perkara pidana korupsi, penyalahgunaan narkoba dan perkara pidana lainnya yang melibatkan masyarakat Kabupaten Lebong.
Tapi sayang, Polres yang dipimpin seorang perwira menengah yang berpangkat AKBP ini terkesan tertutup dan enggan berbagi informasi yang selayaknya diketahui oleh publik. Dan tak jarang perkara yang ditangani di Mapolres Lebong diselesaikan secara Restorative Justice atau penyelesaian hukum tanpa ke meja pengadilan.
Seperti yang terjadi baru-baru ini, Unit Pidum Satreskrim Polres Lebong menangani perkara penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh Yd (32) warga Desa Talang Bunut dan BI (37) warga Desa Tik Tebing, dengan korbannya Suharto (49) warga Desa Lubuk Banyau, Bengkulu Utara. Info berkembang, terduga pelaku mengaku punya kenalan orang dekat di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan RB) dan dirinya mengaku bisa mendapati kunci jawaban tes CPNS tahun 2018 lalu dengan imbalan sejumlah uang.
Tergiur dengan iming-iming tersebut, korban lalu menyerahkan sejumlah uang yang diminta pelaku. Setelah uang diserahkan, kunci jawaban yang dijanjikan ternyata tidak ada dan anak korban yang mengikuti tes CPNS saat itu tidak lulus. Akibatnya, korban mengalami kerugian sebesar Rp 150 juta.
Atas perkara tersebut korban melaporkan terduga pelaku ke Mapolres Lebong pada tanggal 19 Juli 2020. Setelah dilakukan penyelidikan dan cukup bukti, terduga pelaku diamankan di Mapolres Lebong.
Tapi sayang, saat dikonfirmasi awak gobengkulu.com melalui pesan WhatsApp, Kasat Reskrim Iptu. Didik Mujianto, SH., MH, tak memberikan jawaban, pesan WhatsApp hanya dibaca saja dan tidak ada balasan.
Diam-diam, rupanya permasalahan yang ditanganinya itu telah selesai. Rupanya tidak butuh waktu lama bagi terduga pelaku untuk meloloskan diri dari jeratan hukum. Kabarnya, perkara tersebut telah diterbitkan SP3-nya lantaran kedua belah pihak (pelaku dan korban, red) memilih jalan untuk berdamai secara kekeluargaan.
Perkara berikutnya yang ditangani Satreskrim Polres Lebong yang tidak berhasil dikonfirmasi awak media yakni, terkait keberadaan sejumlah kendaraan R4 (Roda Empat) yang terparkir di halaman Polres Lebong yang dilingkari dengan police line (garis polisi). Tidak diketahui asal muasal R4 tersebut, diduga R4 tersebut merupakan barang bukti atas tindak kriminal, ada pula yang mengatakan mobil tersebut adalah mobil rampasan leasing dibackup unit pidum satreskrim Polres Lebong dari tangan debitur.
Belum ada keterangan jelas terkait asal muasal dan perkara kendaraan R4 yang diamakankan di Mapolres Lebong itu. Awak media pernah mencoba untuk menggali informasi terkait asal muasal R4 tersebut, tapi sayang, setiap dikonfirmasi selalu saja awak media mendapati jawaban yang kurang memuaskan.
“Dak tahu bang, tanya sama bapak (Kapolres,red) aja,” ungkap salah satu anggota Satreskrim saat ditanyai awak media.
Tak ingin kecolongan informasi, awak media mencoba konfirmasi langsung ke Kapolres Lebong, AKBP. Ichsan Nur, S.I.K, terkait status R4 yang diamankan itu, tapi tetap saja jawabannya tidak mengenakkan.
“Kalau saya belum kasih tahu, berarti belum boleh diberitakan, paham nggak” jawabnya singkat.
Keadaan demikian tentunya membuat resah dan tidak nyaman para jurnalis dalam menjalankan profesinya. Para jurnalis di Kabupaten Lebong mengeluhkan sikap tidak terbuka dan seolah mengintervensi para jurnalis dalam menyajikan informasi.
“Boro-boro berbagi informasi, informasi yang kita tahu dan hanya ingin memastikan aja terkesan ditutup-tutupi. Parahnya lagi kita diminta untuk jangan memberitakan dengan alasan inilah, itulah. Kalau terus-terusan seperti ini kami merasa kemerdekaan kami dalam menjalankan profesi terganggu dan ini tentu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang kemerdekaan pers,” ungkap salah satu jurnalis Lebong dengan nada kesal.