GO BENGKULU, LEBONG – Deston Nusantara, seorang pemuda asal Desa Ujung Tanjung, Kecamatan Lebong Sakti, Kabupaten Lebong, secara mandiri memperjuangkan hak Tenaga Harian Lepas Terdaftar (THLT), dia mengaku prihatin dengan nasib THLT yang dipekerjakan oleh Pemerintah Kabupaten Lebong yang dinilainya tak ubah seperti sistem perbudakan. Pasalnya, THLT dipekerjakan dengan regulasi yang mengikat yang dinilainya sangat merugikan THLT itu sendiri, sementara upah yang diterima sungguh jauh dari kata cukup.
Sebelumnya Deston sempat melayangkan surat terbuka kepada DPRD Kabupaten Lebong tekait nasib yang dialami para THLT. Dengan harapan DPRD selaku wakil rakyat dapat memfasilitasi untuk memperjuangkan hak-hak THLT. Dirinya Sempat beberapa kali melayangkan surat terbuka hingga akhirnya diundang untuk menggelar hearing oleh Komisi I DPRD, Kamis (16/7).
Dalam hearing yang digelar siang itu, Deston menyampaikan beberapa tuntutannya terkait hak THLT yang dinilainya tidak dipenuhi oleh Pemkab Lebong. Mulai dari peralihan istilah TKK (Tenaga Kerja Kontrak) ke THLT, nominal gaji yang tidak manusiawi, hingga hak-hak yang lain.
“Tolong perlakukan THLT layaknya para pekerja, penuhi hak-hak mereka, mereka tidak berharap lebih, mereka hanya menaruh harapan untuk kehidupan yang lebih baik,” kata Deston.
Dia juga meminta kepada Pemerintah Daerah untuk menjamin keselamatan kerja THLT dalam menjalankan tugasnya, dalam artian mendaftarkan mereka ke dalam BPJS Ketenagakerjaan.
“Jika Pemerintah Daerah tidak bisa memenuhi gaji sesuai dengan UMR karena alasan kemampuan keuangan daerah, minimal tolong penuhi hak-hak mereka yang lain, jangan jajah warga kita sendiri,” cetusnya.
Menanggapi apa yang disampaikan Deston, Plt.Kepala BKPSDM, Sumiati, yang turut hadir dalam hearing tersebut mengaku sangat mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Deston. Namun demikian, dia menegaskan, apapun kebijakan yang diambil pemerintah tidak bisa lepas dari aturan yang ada sebagai pedoman untuk bertindak.
Dia menyebut, sesuai dengan undang-undang nomor 49 tahun 2018, ditegaskan, pemerintah daearh tidak diperbolehkan untuk mengangkat tenaga non PNS atau non P3K dengan istilah honorer, TKK atau sebutan lainnya. Bahkan dia mengaku pembayaran gaji TKK tahun 2019 di Kabupaten Lebong sempat menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), lantaran masih menggunakan istilah TKK yang sudah jelas dilarang.
Menyiasati itu, pemerintah daerah mengakalinya dengan istilah THLT. Dan istilah THLT itu juga sudah dikoordinasikan dengan pihak BPK.. Dan akhirnya BPK pun memberi rekomendasi untuk menggunakan istilah THLT dengan catatan jumlahnya tidak boleh melebihi dari analisa jabatan (anjab) yang dibutuhkan.
“Sebenarnya ini hanya perubahan istilah saja TKK ke THLT, sementara ketentuan lain masih tetap sama, jangan khawatir tidak ada yang berubah kok,” kata Sumiati.
Terkait tuntutan kenaikan gaji, beliau menyebut, hal itu kemungkinan berat untuk dilakukan. Menurutnya, kondisi dan kemampuan keuangan daerah saat ini tidak memungkinkan untuk membayar gaji sesuai standar UMR. Namun demikian, beliau mengaku akan koordinasi dengan jajaran pimpinan dan unsur legislatif untuk menyikapi masalah itu.
“Untuk gaji kita tetap berpedoman dengan kemampuan keuangan daerah, kita tidak mungkin memaksakan lebih dari itu, uangnya dari mana,” cetusnya.
Hearing dipimpin oleh ketua komisi I, Wilyan Bachtiar, didampingi Ketua Komisi III, Rama Candra, dan sekretaris Komisi I, Piter. Juga dihadir, Kepala BKPSDM, Sumiati, Kepala Bidang Mutasi dan Pengadaan Pegawai, Apedo Irman Bangsawan, SH, Kepala Bagian Ortala, Elsi Vera, dan sejumlah perwakilan THLT. (YF)