GO BENGKULU, LEBONG – Hingga September 2019 sedikitnya terdapat 7 perkara hukum yang menimpa anak di bawah umur di wilayah hukum Kabupaten Lebong. Tujuh perkara itu di antaranya, 4 kasus persetubuhan, 2 kasus pencurian, dan penganiaan sebanyak 1 kasus. Jumlah ini jauh berkurang dibanding dengan perkara yang menimpa anak di tahun 2018 silam sebanyak 21 kasus, yang terdiri dari asusila 15 kasus, penganiayaan 2 kasus, KDRT 3 kasus, dan penelantaran anak 1 kasus.
Hal itu diungkapkan Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jusmani, SKM., MM. Ketika dikonfirmasi Kamis siang (12/9). Dikatakan olehnya, berbagai upaya dilakukan pihaknya untuk menekan angka kriminal yang menimpa anak dan perempuan. Salah satu upaya yang diambil adalah melakukan kerjasama dengan pihak Desa dan kelurahan se-Kabupaten Lebong.
Menurutnya, faktor utama penyebab terjadinya kejahatan terhadap anak adalah kurangnya kontrol dan pengawasan orang tua terhadap anak. Semestinya orang tua harus lebih aktif mengawasi anaknya dengan memperhatikan pergaulan dan jam bermain anak, karena orang yang paling dekat dengan anak adalah keluarga/orang tua.
“Pelindung pertama terhadap anak adalah orang tua, kalau orang tua sudah lepas kontrol terhadap anak maka akan lebih besar peluang pelaku kejahatan terhadap anak,”ujarnya.
Namun sangat disayangkan, lanjut Jusmani, saat ini masih ada saja anak yang menjadi korban dari orang tuanya sendiri, baik kekerasan, penelantaran, bahkan asusila. Orang tua yang semestinya menjadi pelindung tapi malah menjadi pelaku. Mengantisipasi hal itu, menurut Jusmani pihaknya akan lebih mengoptimalkan peran fungsi satgas PPA tingkat Kabupaten, hingga tingkat desa.
“Kader desa dan satgas harus lebih aktif dalam hal pengawasan/deteksi tingkat keluarga rawan, misalkan ada warga yang ada anaknya sudah gadis tapi kondisi rumah tidak memadai, bilik pembatas rumah kurang, sehingga kegiatan orang tua ataupun anak tidak ada batasan, yang bisa memicu terjadinya kejahatan seksual terhadap anak. Jika ditemukan hal demikian itu tim ataupun kader harus ekstra memantau dan segera membuat laporan, kemudian mencarikan solusi untuk keluarga tersebut,” paparnya.
Namun tidak bisa dipungkiri, ungkap Jusmani, dalam hal penanganan ataupun antisipasi kejahatan terhadap anak dan perempuan, pihaknya mengalami kendala di anggaran.
“Bagaiman kami mau bergerak kalau anggaran kita terbatas, bagaimana kami mau menggerakkan kader ataupun satgas kalau anggarannya tidak ada,” ungkapnya.(YF)