Sabtu, 19 Januari 2019
PEWARTA : YOFING DT
GO LEBONG – Komisi I DPRD Kabupaten Lebong sidak ke SMPN 5 Lebong pada Sabtu (19/1) guna memastikan laporan dari masyarakat terkait dugaan pungli yang terjadi di sekolah tersebut. Dalam kesempatan itu Ketua Komisi I DPRD Lebong, Ferdinan Markos bersama tiga orang rekannya, Apriantono, Jang Jaya dan M Evandri, mempertanyakan kejelasan atas pungutan yang ada di sekolah tersebut dan meminta kepada Kepala Sekolah untuk merincikan apa saja pungutan yang dibebankan dan kegunaannya untuk apa.
Baca Juga : Komisi I DPRD Lebong Akan Sidak Ke SLTPN 5 Besok
Setelah dipelajari, dan mendapatkan keterangan dari Kepala Sekolah, Komisi I DPRD yang hadir saat itu menyarankan untuk membatalkan pungutan yang sudah ditetapkan, karena setelah dipelajari dan mendengar penjelasan dari Kepala Sekolah, memang benar pungutan tersebut terindikasi pungli karena tidak adanya rapat terencana dan rapat yang digelarpun cuma dihadiri satu orang pengurus komite, sementara ketua komite dan pengurus lainnya tidak hadir. Dugaan itu semakin menguat lantaran pungutan yang dibebankan kepada wali murid sifatnya wajib dan ditetapkan nominalnya.
“Komite memang diperbolehkan untuk mencari sumber anggaran lain di luar anggaran yang dikucurkan pemerintah, baik dari perusahaan, orang tua siswa, pemerhati pendidikan ataupun masyarakat, tapi harus dengan mekanisme yang benar dan transparan, kemudian besaran iuran tidak boleh ditetapkan dan harus dirapatkan sebelumnya dan terencana, yakni setelah hari ini rapat digelar baru satu tahun kemudian bisa diterapkan, itu yang saya dengar sewaktu hearing dengan KPK beberapa waktu lalu,”papar Jang Jaya
Baca Juga : Diduga Pungli Pihak Sekolah Bertameng Komite
Ditambahkan oleh M Evandri kalau nilainya ditetapkan dan tidak ada peraturan resmi, berarti itu pungli.
“Apapun bentuk dan berapapun nilainya kalau tidak ada aturan resmi yang mengatur, itu adalah pungli, kecuali sifatnya sumbangan yang tidak ditentukan berapa nilainya dan tidak ada unsur paksaan,”ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Apriantono, berdasarkan dari keterangan dan dokumen yang ditunjukkan Armen tidak ada satupun alasan untuk mengatakan kalau itu bukan pungli.
“Tidak ada satupun alasan untuk mengatakan itu bukan pungli, mekanisme yang dijalankan tidak memenuhi syarat, terbukti dari surat undangan yang dilayangkn kepada orang tua/wali murid hanya tertulis untuk menghadiri acara pengambilan raport, kok tiba-tiba langsung rapat komite kemudian pihak sekolah mengumumkan iuran yang harus dibayarkan oleh wali murid, yang nilainya juga tidak sedikit Rp400.000,- per orang, parahnya lagi ketua dan pengurus komite tidak ada yang hadir, cuma ada satu orang,”beber Tono.
Menanggapi hal itu, Armen tetap bersi keras mempertahankan argumen dan menjelaskan bahwa pihaknya sudah menjalankan tahapan sesuai prosedur. Sebelum menetapkan iuran tersebut, pihaknya terlebih dahulu sudah menggelar rapat komite dan menghasilkan kesepatan bersama. Dengn demikian beliau sangat yakin dengan apa yang ditetapkan dan iuran yang dibebankan kepada wali murid itu bukanlah pungli.
Kendati sempat dipatahkan oleh Komisi I bahwanya ada dana BOS yang bisa dimanfaatkan tapi Armen tetap berkilah, dana BOS tidak boleh digunakan untuk item-item iuran seperti yang dibebankan kepada wali murid tersebut. Kata Armen, penggunaan dana BOS itu ada juknisnya tersendiri.
“Dana BOS itu tidak bisa sembarangan dibelanjakan, dana BOS ada juknisnya tersendiri, sementara uang sampul ijazah, uang photo, uang bingkai, uang photo copy dan membangun bangku kantin, itu tidak boleh dari dana BOS makanya kami minta iuran dari orang tua/wali murid,”sanggahnya.
Data terhimpun dari keterangan Armen, di sekolah yang dia pimpin terdapat lebih kurang 500 peserta didik (siswa,red) yang mendapat dana BOS sebesar Rp1.000.000,- per siswa setiap tahunnya, dalam artian sekolah tersebut mendapat kucuran anggaran dana BOS hampir 500 juta setiap tahunnya.